UNDANG-UNDANG Nomor:
27 TAHUN 1997
Tentang: MOBILISASI
DAN DEMOBILISASI
DENGAN RAHMAT TUHAN
YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka
bangsa Indonesia berhak dan wajib membela serta mempertahankan kemerdekaan dan
kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa
dalam kehidupan negara, aspek pertahanan keamanan negara merupakan faktor yang
sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup Negara Kesatuan Republik
Indonesia terhadap segala ancaman baik dari luar negeri maupun dari dalam
negeri dan hakikat pertahanan keamanan negara adalah perlawanan rakyat semesta,
yang penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran akan tanggung jawab tentang
hak dan kewajiban setiap warga negara dalam pembelaan negara serta dilaksanakan
dengan sistem pertahanan keamanan rakyat semesta yang mendayagunakan sumber
daya nasional, sarana dan prasarana nasional secara menyeluruh, terpadu dan
terarah, adil dan merata;
c. bahwa
untuk menanggulangi negara dalam keadaan bahaya sebagai akibat ancaman baik
dari luar maupun dari dalam negeri yang tidak dapat diatasi oleh Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia termasuk cadangannya, maka perlu diadakan
tindakan mobilisasi sumber daya nasional serta sarana dan prasarana nasional
yang telah dipersiapkan dan dibina sebagai komponen kekuatan pertahanan
keamanan negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
apabila ancaman telah dapat diatasi, maka segera diadakan demobilisasi untuk
memulihkan tatanan kehidupan ke fungsi dan status semula;
d. bahwa
Undang-undang Nomor REFR DOCNM="62uu014">14 Tahun 1962 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1962
tentang Pemanggilan dan Pengerahan Semua Warga Negara dalam rangka Mobilisasi
Umum untuk Kepentingan Keamanan dan Pertahanan Negara menjadi Undang-undang,
sudah tidak sesuai lagi dengan tatanan perkembangan penyelenggaraan pertahanan
keamanan Negara Republik Indonesia;
e. bahwa
mobilisasi dan demobilisasi harus diatur dengan undang-undang sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 42 Undang-undang Nomor REFR
DOCNM="82uu020">20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1988 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 20
Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara
Republik Indonesia;
f. bahwa
berdasarkan pertimbangan huruf a, b, c, d, dan e, perlu dibentuk undang-undang
tentang mobilisasi dan demobilisasi;
Mengingat :
1. Pasal 5
ayat (1), Pasal 10, Pasal 12, Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 30 Undang-Undang
Dasar 1945;
2.
Undang-undang Nomor 23 Prp. Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya (Lembaran Negara
Tahun 1959 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1908);
3.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan
Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor REFR DOCNM="88uu001">1 Tahun 1988 tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1988
Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3368);
4.
Undang-undang Nomor REFR DOCNM="88uu002">2 Tahun 1988 tentang
Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1988
Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3369);
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN
RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG MOBILISASI DAN DEMOBILISASI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini, yang dimaksud dengan :
1. Keadaan
bahaya adalah suatu keadaan yang dapat menimbulkan ancaman terhadap persatuan
dan kesatuan bangsa serta kelangsungan hidup bangsa dan Negara Republik
Indonesia sesuai dengan Undang-undang Keadaan Bahaya.
2.
Mobilisasi adalah tindakan pengerahan dan penggunaan secara serentak sumber
daya nasional serta sarana dan prasarana nasional yang telah dibina dan
dipersiapkan sebagai komponen kekuatan pertahanan keamanan negara untuk
digunakan secara tepat, terpadu, dan terarah bagi penanggulangan setiap
ancaman, baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri.
3. Warga negara adalah warga negara Republik
Indonesia.
4. Mobilisan
adalah warga negara anggota Rakyat Terlatih, warga negara anggota Perlindungan
Masyarakat, dan warga negara yang karena keahliannya dimobilisasi.
5.
Demobilisasi adalah tindakan penghentian pengerahan dan penghentian penggunaan
sumber daya nasional serta sarana dan prasarana nasional yang berlaku untuk
seluruh wilayah negara yang diselenggarakan secara bertahap guna memulihkan
fungsi dan tugas setiap unsur seperti sebelum berlakunya mobilisasi.
6. Demobilisan adalah mobilisan yang telah selesai
menjalani mobilisasi.
7. Rakyat
Terlatih adalah komponen dasar kekuatan pertahanan keamanan negara, yang mampu
melaksanakan fungsi ketertiban umum, perlindungan rakyat, keamanan rakyat dan perlawanan
rakyat dalam rangka penyelenggaraan pertahanan keamanan negara.
8. Perlindungan Masyarakat adalah komponen khusus kekuatan pertahanan
keamanan negara yang mampu berfungsi membantu masyarakat menanggulangi bencana
dan memperkecil akibat malapetaka.
9. Sumber
daya nasional adalah sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya
buatan yang dapat digunakan sebagai komponen kekuatan pertahanan keamanan
negara untuk mewujudkan ketahanan nasional.
10. Sumber
daya manusia adalah warga negara yang secara psikis dan fisik dapat dibina dan
disiapkan kemampuannya untuk mendukung komponen kekuatan pertahanan keamanan
negara.
11. Sumber
daya alam adalah sesuatu di alam raya yang di dalam wujud asalnya dapat
didayagunakan untuk kepentingan pertahanan keamanan negara.
12. Sumber
daya buatan adalah sumber daya alam yang dapat direkayasa manusia menjadi
berdayaguna atau bertambah dayagunanya untuk kepentingan pertahanan keamanan
negara.
13. Sarana dan
prasarana nasional adalah segala sesuatu yang dapat berfungsi untuk menunjang
proses penyelenggaraan pertahanan keamanan negara dan termasuk sebagai komponen
pendukung.
14. Menteri adalah Menteri Pertahanan Keamanan
Republik Indonesia.
15. Panglima adalah Panglima Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia.
BAB II
LANDASAN, ASAS, DAN
TUJUAN
Pasal 2
Penyelenggaraan mobilisasi dan demobilisasi
berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 3
Penyelenggaraan mobilisasi dan demobilisasi
dilaksanakan dengan asas kesemestaan, asas manfaat, asas kebersamaan, asas legalitas,
asas selektivitas, asas efektivitas, asas efisiensi, dan asas kejuangan.
Pasal 4
(1) Mobilisasi diselenggarakan dengan tujuan untuk
menanggulangi setiap ancaman yang membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa
serta kelangsungan hidup bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Demobilisasi diselenggarakan dengan tujuan
untuk memulihkan kembali fungsi dan tugas umum pemerintahan, kehidupan
kemasyarakatan, dengan tetap terpeliharanya kemampuan dan kekuatan pertahanan
keamanan negara.
BAB III
MOBILISASI
Pasal 5
Dalam hal seluruh atau sebagian wilayah Negara
Republik Indonesia dalam keadaan bahaya, Presiden dapat menyatakan mobilisasi.
Pasal 6
Mobilisasi dikenakan terhadap :
a. warga negara yang termasuk :
1) anggota Rakyat Terlatih;
2) anggota Perlindungan
Masyarakat;
3) diperlukan karena
keahliannya;
b. sumber daya alam, sumber daya buatan, serta
sarana dan prasarana nasional yang dimiliki negara, swasta, dan perseorangan
termasuk personel yang mengawakinya.
Pasal 7
(1) Setiap warga negara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 wajib memenuhi panggilan untuk mobilisasi.
(2) Setiap pemilik dan/atau penanggung jawab sumber
daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional yang
diperlukan untuk kepentingan mobilisasi wajib menyerahkan pemanfaatannya untuk
mobilisasi.
(3) Untuk membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dapat dibentuk badan
pelaksana.
Pasal 8
(1) Untuk memperoleh daya guna dan hasil guna bagi
upaya pertahanan dan keamanan, maka :
a. mobilisasi terhadap warga negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dilaksanakan melalui penyaringan;
b. mobilisasi terhadap sumber daya alam, sumber
daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 huruf b dilaksanakan dengan tetap memperhatikan kepentingan
kesejahteraan rakyat.
(2) Untuk membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dibentuk badan pelaksana.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan
mobilisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 9
(1) Warga negara yang terpilih dalam penyaringan
wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan.
(2) Warga negara yang berhasil dalam mengikuti
pendidikan dan/atau pelatihan ditetapkan sebagai mobilisan.
(3) Mobilisan dapat ditugasi untuk melakukan
perlawanan rakyat bersenjata atau perlawanan rakyat tidak bersenjata.
(4) Jangka waktu penugasan mobilisan disesuaikan
dengan penugasan prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
(5) Ketentuan lebih lanjut tentang pendidikan dan
pelatihan, penetapan, pengorganisasian, dan penugasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 10
(1) Pemanggilan, penyaringan, dan pembentukan badan
pelaksana untuk menjalani mobilisasi, serta kegiatan persiapan mobilisasi
lainnya diselenggarakan oleh Menteri.
(2) Pendidikan dan pelatihan, penetapan,
pengorganisasian, dan penugasan, serta kegiatan persiapan mobilisasi lainnya
diselenggarakan oleh Panglima.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang penyelenggaraan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 11
(1) Untuk memaksimalkan kemampuan operasional
sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional yang
digunakan dalam mobilisasi, dilaksanakan melalui peningkatan daya guna.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang peningkatan daya
guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
(1) Setiap warga negara dilarang melakukan tindakan
yang menyebabkan dirinya atau orang lain tidak memenuhi panggilan untuk
menjalani mobilisasi.
(2) Setiap warga negara dilarang melakukan tipu
muslihat yang menyebabkan dirinya atau orang lain terhindar dari kewajiban
menjalani mobilisasi.
(3) Setiap warga negara dilarang melakukan tipu
muslihat yang menyebabkan dirinya atau orang lain tidak menyerahkan sebagian
atau seluruh barang atau benda miliknya yang diperlukan untuk kepentingan
mobilisasi.
Pasal 13
Setiap orang dilarang memberikan
atau menjanjikan sesuatu kepada orang lain, menyalahgunakan kekuasaan atau
mempengaruhi dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan, melakukan tipu
daya, atau menganjurkan orang lain, untuk tidak menjalani mobilisasi dan/atau tidak
menyerahkan sebagian atau seluruh barang atau benda miliknya yang diperlukan
untuk kepentingan mobilisasi.
Pasal 14
(1) Setiap mobilisan mendapat rawatan mobilisan
dari negara.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang rawatan
mobilisan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 15
(1) Setiap mobilisan yang
melaksanakan perlawanan rakyat bersenjata diperlakukan seperti Prajurit Wajib,
sedangkan mobilisan yang melakukan perlawanan rakyat tidak bersenjata
diperlakukan seperti Pegawai Negeri Sipil, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku apabila :
a. gugur, tewas, atau meninggal
dunia;
b. dinyatakan hilang dalam
tugas;
c. sakit dan cacat.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku pula bagi warga negara yang sedang menjalani pendidikan dan pelatihan
dalam rangka mobilisasi.
Pasal 16
Barang atau benda milik swasta atau perseorangan
yang terkena mobilisasi diperlakukan sebagai milik negara dan diberi rawatan
kedinasan sesuai dengan sistem pembinaan materiil Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia.
Pasal 17
Segala bentuk pajak yang dikenakan atas barang atau
benda milik swasta atau perseorangan selama digunakan dalam dinas mobilisasi
dibebankan kepada negara.
Pasal 18
(1) Penetapan warga negara sebagai mobilisan tidak
menyebabkan putusnya hubungan kerja atau putusnya pendidikan.
(2) Penetapan barang atau benda milik swasta atau
perseorangan yang terkena mobilisasi tidak menyebabkan putusnya hubungan
kepemilikan dengan pemiliknya sendiri.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang hubungan kerja,
pendidikan dan kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
Mobilisan yang melaksanakan perlawanan rakyat
bersenjata tunduk pada hukum militer.
BAB IV
DEMOBILISASI
Pasal 20
Presiden menyatakan demobilisasi
bilamana ancaman yang membahayakan bagi persatuan dan kesatuan bangsa serta
kelangsungan hidup bangsa dan Negara Republik Indonesia sudah dapat diatasi.
Pasal 21
Demobilisasi diselenggarakan
secara bertahap dengan mengutamakan pulihnya penyelenggaraan tugas-tugas umum
pemerintahan dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
Pasal 22
Mobilisan yang telah selesai
menjalani mobilisasi dikembalikan ke fungsi dan status semula dengan
menetapkannya sebagai demobilisan.
Pasal 23
Barang atau benda milik negara,
swasta, perseorangan, serta sarana dan prasarana nasional yang telah selesai
dipergunakan dalam mobilisasi wajib dikembalikan ke fungsi dan status semula.
Pasal 24
(1) Pengembalian demobilisan ke
fungsi dan status semula dilaksanakan dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga)
bulan setelah berlakunya demobilisasi.
(2) Pengembalian barang atau
benda milik negara, swasta, perseorangan, serta sarana dan prasarana nasional
yang telah selesai dipergunakan dalam mobilisasi dilaksanakan dalam waktu
selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah berlakunya demobilisasi.
(3) Ketentuan lebih lanjut
tentang pelaksanaan pengembalian demobilisan dan barang atau benda milik
negara, swasta, perseorangan, serta sarana dan prasarana nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 25
(1) Untuk melaksanakan
pengembalian demobilisan dan barang atau benda milik negara, swasta,
perseorangan, serta sarana dan prasarana nasional ke fungsi dan status semula,
dilaksanakan kegiatan pemilahan dan pemisahan.
(2) Sebagai tindak lanjut
pemilahan dan pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan
kegiatan pengembalian dan rehabilitasi.
(3) Pengembalian demobilisan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat didahului dengan pemberian pendidikan
dan pelatihan.
Pasal 26
(1) Demobilisan yang menderita cacat dalam rangka
mobilisasi mendapat rehabilitasi.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan
rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 27
(1) Barang atau benda milik
swasta atau perseorangan yang hancur, rusak berat, atau hilang akibat
mobilisasi menjadi tanggung jawab negara dan diganti oleh negara.
(2) Ketentuan lebih lanjut
tentang tanggung jawab negara dan penggantian barang yang rusak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 28
(1) Pemilahan, pemisahan, penetapan sebagai
demobilisan, dan kegiatan persiapan lainnya diselenggarakan oleh Panglima.
(2) Rehabilitasi, pendidikan dan pelatihan,
pengembalian, dan kegiatan persiapan lainnya diselenggarakan oleh Menteri.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang penyelenggaraan
demobilisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
Demobilisan yang telah melaksanakan tugas
mobilisasi dan pemilik yang menyerahkan pemanfaatan barang atau bendanya untuk
mobilisasi dapat dianugerahi tanda kehormatan dan/atau gelar kehormatan sebagai
Veteran Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
BAB V
KETENTUAN PIDANA
Pasal 30
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 8
(delapan) tahun :
a. setiap orang yang dengan sengaja atau karena
kelalaiannya tidak memenuhi panggilan mobilisasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1);
b. setiap orang yang dengan sengaja atau tanpa
alasan yang sah tidak menyerahkan sebagian atau seluruh barang atau benda
miliknya yang diperlukan untuk kepentingan mobilisasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2);
c. setiap orang yang dengan sengaja membuat dirinya
atau orang lain tidak memenuhi panggilan mobilisasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ayat (1);
d. setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu
muslihat yang menyebabkan dirinya atau orang lain terhindar dari mobilisasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2);
e. setiap orang yang melakukan tipu muslihat
sehingga menyebabkan dirinya atau orang lain tidak menyerahkan sebagian atau
seluruh barang atau benda miliknya yang diperlukan untuk kepentingan mobilisasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3);
f. setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan
putusnya hubungan kerja atau pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
ayat (1).
Pasal 31
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun, setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13.
Pasal 32
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun, setiap pejabat yang menyalahgunakan kekuasaannya dengan tidak
melaksanakan pengembalian demobilisan ke fungsi dan status semula sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1).
(2) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 2
(dua) tahun 6 (enam) bulan, setiap pejabat yang karena kealpaannya tidak
melaksanakan pengembalian demobilisan ke fungsi dan status semula sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1).
Pasal 33
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 8
(delapan) tahun, setiap pejabat yang menyalahgunakan kekuasaannya dengan tidak
menyerahkan kembali barang atau benda yang telah digunakan dalam mobilisasi
kepada pemilik semula sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2).
(2) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun, setiap pejabat yang karena kealpaannya tidak menyerahkan kembali
barang atau benda yang telah digunakan dalam mobilisasi kepada pemilik semula
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2).
BAB VI
PEMBIAYAAN
Pasal 34
Pembiayaan penyelenggaraan mobilisasi dan
demobilisasi dibebankan kepada negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35
Pada saat undang-undang ini
mulai berlaku, Undang-undang Nomor REFR DOCNM="62uu014">14 Tahun
1962 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1
Tahun 1962 tentang Pemanggilan dan Pengerahan Semua Warga Negara dalam rangka
Mobilisasi Umum untuk Kepentingan Keamanan dan Pertahanan Negara (Lembaran
Negara Tahun 1962 Nomor 8), menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1962
Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2492) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 36
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 3 Oktober 1997
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 3 Oktober 1997
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
MOERDIONO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar