Daftar Blog Bacaan

Rabu, 26 Oktober 2016

PENAHANAN

  1. Alasan penahanan
            Dalam hal alasan penahanan  terbagi atas dua bagian, yaitu :
a)      Alasan subyektif, dapat dilihat pada Pasal 21 ayat (1) KUHAP yang isinya membahas perlunya melakukan penahanan dalam hal adanya suatu keadaan yang menimbulkan kekhawatiran pada terdakwa atau tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.
b)      Alasan obyektif, dilihat pada Pasal 21 ayat (4) KUHAP yang isinya penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal :
1)      Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.
2)      Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 282 ayat 3, pasal 296, pasal 335 ayat 1, pasal 351 ayat 1, pasal 353 ayat 1, pasal 372, pasal 378, pasal 379 a, pasal 453, pasal 454, pasal 455, pasal 459, pasal 480 dan pasal 506 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pasal 25 dan pasal 26 Rechtenordonnantie (pelanggaran terhadap Ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan Staatsblad tahun 1931 nomor 471), pasal 1, pasal 2 dan pasal 4 Undang-Undang Tindak pidana Imigrasi (Undang-undang Nomor 8 Drt Tahun 1955, Lembaga Negara Tahun 1955 Nomor 8), pasal 36 ayat 7, pasal 41, pasal 42, pasal 43, pasal 47 dan pasal 48 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang NARKOTIKA (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3086).
  1. Syarat-syarat penahanan
            Apabila Jaksa selaku Penuntut Umum berpendapat bahwa hasil penyidikan yang dilakukan penyidik atas suatu berkas perkara belum lengkap dan perlu disempurnakan maka Jaksa selaku Penuntut Umum mempunyai wewenang melakukan prapenuntutan yaitu untuk mengembalikan berkas perkara tersebut kepada penyidik untuk dilengkapi atau disempurnakan dengan disertai petunjuk-petunjuk penyempurnaannya. Selain prapenuntutan jaksa penuntut umum juga dapat meminta kepada pihak penyidik untuk melakukan penahanan kepada diri seseorang yang dianggap terdakwa atau tersangka, jika memang diperlukan jaksa juga dapat meminta untuk melakukan penahanan lanjutan guna keperluan penyidikan, hal ini diperjelas dengan melihat Pasal 14 KUHAP tentang wewenang penuntut umum khususnya butir b dan c :
“mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan (4), dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik“ “memberikan.Perpanjangan penahanan. melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik “.
  1. Lamanya Penahanan
Adapun mengenai lamanya penahanan itu tergantung dari pihak penyidik dan pihak kejaksaan, mereka melihat apakah terdakwa atau tersangka memang diharuskan untuk ditahan melebihi dari ketentuannya. Lamanya penahanan ini diatur dalam Pasal 24 KUHAP yang isi ketentuannya, bahwa :
1.      perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, hanya berlaku paling lama dua puluh hari.
2.      jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang untuk paling lama empat puluh hari
3.      ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.
4.      setelah waktu enam puluh hari tersebut, penyidik sudah harus mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum.
Ketentuan Pasal 25 KUHAP, bahwa :
1.      perintah penahanan yang diberikan oleh penuntut umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, hanya berlaku paling lama dua puluh hari.
2.      Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri yang berwenang untuk paling lama tiga puluh hari.
3.      ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.
4.      setelah waktu lima puluh hari tersebut, penuntut umum harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum.

Ketentuan Pasal 26 KUHAP adalah bahwa :
1.      Hakim pengadilan negeri yang mengadili perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84, guna kepentingan pemeriksaan berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling lama tiga puluh hari.
2.      Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri  yang bersangkutan untuk paling lama enam puluh hari.
3.      Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan (2) tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.
4.      Setelah waktu sembilan puluh hari walaupun perkara tersebut belum diputus, terdakwa harus sudah dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
            Ketentuan Pasal 27 KUHAP, bahwa :
1.      Hakim pengadilan tinggi yang mengadili perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 guna kepentingan pemeriksaan banding berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling lama tiga puluh hari.
2.      Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan tinggi   yang bersangkutan untuk paling lama enam puluh hari.
3.      Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan (2) tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.
4.      Setelah waktu sembilan puluh hari walaupun perkara tersebut belum diputus, terdakwa sudah harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
Ketentuan Pasal 28  KUHAP adalah bahwa :
1.      Hakim Mahkamah Agung yang mengadili perkara sebagaimana dimaksud dalam pasal 88 guna kepentingan pemeriksaan kasasi berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling lama lima puluh hari.
2.      Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh Ketua Mahkamah Agung untuk paling lama enam puluh hari.
3.      Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan (2) tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.
4.      Setelah waktu seratus sepuluh hari walaupun perkara tersebut belum diputus, terdakwa sudah harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
Ketentuan Pasal 29 bahwa :
1.      dikecualikan dari jangka waktu penahanan sebagaimana tersebut dalam pasal 24, pasal 25, pasal 26, pasal 27, pasal 28, guna kepentingan pemeriksaan terhadap tersangka atau terdakwa dapat diperpanjang berdasar alasan yang patut dan tidak dapat dihindarkan karena :
a.       tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat, yang dibuktikan dengan surat dokter, atau
b.      perkara yang sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara sembilan tahun atau lebih.
2.      perpanjangan tersebut pada ayat (1) diberikan untuk paling lama tiga puluh hari dan dalam hal penahanan tersebut masih diperlukan, dapat diperpanjang lagi untuk paling lama tiga puluh hari.
3.      perpanjangn penahanan tersebut atas dasar permintaan dan laporan pemeriksaan dalam tingkat:
a)      penyidikan dan penuntutan diberikan oleh ketua pengadilan negeri ;
b)      pemeriksaan di pengadilan negeri diberikan oleh ketua pengadilan tinggi ;
c)      pemeriksaan banding diberikan oleh Mahkamah Agung ;
d)     pemeriksaan kasasi diberikan oleh Ketua Mahkamah Agung.
4.      penggunaan kewenangan perpanjangan penahanan oleh pejabat tersebut pada ayat (3) dilakukan secara bertahap dan dengan penuh tanggung jawab.
5.      ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (2) tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka atau terdakwa dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah dipenuhi.
6.      setelah waktu enam puluh hari, walaupun perkara tersebut belum selesai diperiksa atau belum diputus, tersangka atau terdakwa harus sudah dikeluarkan dari tahanan demi hukum
7.      terhadap perpanjangan penahanan tersebut pada ayat (2) tersangka atau terdakwa dapat mengajukan keberatan dalam tingkat :
a.         penyidikan dan penunututan kepada ketua pengadilan tinggi.
b.         Pemeriksaan pengadilan negeri dan pemeriksaan banding kepada Ketua Mahkamah Agung.

Ketentuan Pasal 30 KUHAP, bahwa :
Apabila tenggang waktu penahanan sebagaimana tersebut pada       pasal 24, pasal 25, pasal 26, pasal 27 dan pasal 28 atau perpanjangan penahanan sebagaimana tersebut pada pasal 29 ternyata tidak sah, tersangka atau terdakwa berhak minta ganti kerugian sesuai dengan ketentuan yang dimaksud dalam pasal 95 dan pasal 96.
  1. Perpanjangan masa penahanan
Dalam hal Penambahan Masa Tahanan yang diberikan oleh Penuntut Umum hanya berlaku untuk paling lama dua puluh hari adapun  guna kepentingan pemeriksaan maka Penuntut Umum melalui ketua pengadlan negeri yang berwenang dapat melakukan Penambahan Masa Tahanan  untuk paling lama tiga puluh hari sesuai dengan pasal 25 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP.
Dari uraian tersebut diatas maka dapat disimpulkan tujuan dari Penambahan Masa Tahanan yaitu untuk memperoleh unsur pembuktian yang lebih lengkap yang akan mempermudah jaksa atau penuntut umum dalam melakukan pembuktian di persidangan.
  1. Jenis-jenis penahanan
                        Menurut Pasal 22 ayat (1) KUHAP jenis-jenis penahanan dapat dibedakan dalam :
a)      Penahan rumah tahanan negara (RUTAN)
Tersangka atau terdakwa yang masih sedang dalam proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan pengadilan ditahan di Rutan. Selama belum ada rumah tahanan negara di tempat yang bersangkutan, penahanan rumah tahanan negara dapat dilakukan :
a.       Di kantor kepolisian negara ;
b.      Di kantor kejaksaan negeri ;
c.       Di lembaga pemasyarakatan ;
d.      Di rumah sakit (penjelasan Pasal 22 ayat (1) KUHAP)
e.       Di tempat lain dalam keadaan yang memaksa, misalnya tersangka atau terdakwa pecandu narkotika, sejauh mungkin ditahan di tempat tertentu yang sekaligus merupakan tempat perawatan (penjelasan Pasal 21 KUHAP)
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP Pasal 19 ayat (4) Kepala RUTAN tidak boleh menerima tahanan dalam RUTAN, jika tidak disertai surat penahanan yang sah dikeluarkan oleh pejabat yang bertanggung jawab secara yuridis atau tahanan itu sesuai dengan tingkat pemeriksaan.
Penempatan tahanan dipisah-pisahkan berdasarkan jenis kelamin, umur dan tingkatan pemeriksaan baik dalam proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung (ayat 2), dan untuk itu dibuat daftar tahanan dalam buku register berdasarkan kriteria tersebut di atas (ayat 3).
Di samping hal itu Kepala RUTAN mempunyai tugas memberitahukan kepada pejabat yang bertanggung jawab secara yuridis atas tahanan itu, sesuai dengan tingkatan pemeriksaan mengenai tahanan yang hampir habis masa penahanannya atau perpanjangan penahanannya (ayat 6). Selain itu Kepala RUTAN demi hukum mengeluarkan tahanan yang telah habis masa penahanan atau perpanjangan penahanannya (ayat 7).
Dalam hal-hal tertentu, misalnya tahanan menderita sakit yang memerlukan perawatan atau pemeriksaan di luar RUTAN yang disertai keterangan dari dokter RUTAN yang ditunjuk menteri atau pulang ke rumah keluarganya karena kleluarga sakit keras, kematian anak, isteri, orang tua dan sebagainya setelah melalui pertimbangan, dapat diberi izin meningglkan RUTAN untuk sementara dengan izin pejabat yang bertanggung jawab secara yuridis dan mendapat pengawalan kepolisian (ayat 10).
b)      Penahanan rumah
Dalam Pasal 22 ayat (2) KUHAP dijelaskan pengertian dari penahanan rumah, yaitu penahanan rumah dilaksanakan di rumah tempat tinggal atau rumah kediaman tersangka atau terdakwa dengan mengadakan pengawasan terhadapnya untuk menhindarkan segala sesuatu yang dapat menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan. Akan tetapi tetap dimungkinkan seorang tersangka atau terdakwa diberi kesempatan untuk keluar dari kediamannya dengan alasan yang dapat dimungkinkan misalnya seorang terdakwa dalam keadaan sakit sehingga diperlukan proses pengobatan secara berkala tetapi tetap dalam pengawasan pihak yang berwenang.
c)      Penahanan kota
Dijelaskan pada Pasal 22 ayat (3) KUHAP, penahanan kota dilaksanakan di kota tempat tinggal atau tempat kediaman tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau terdakwa melapor diri pada waktu yang ditentukan.
  1. Pengalihan penahanan
                        Pada pengalihan penahanan diatur dalam Pasal 23 KUHAP yang berbunyi :
Ayat 1 : penyidik atau penuntut umum atau hakim berwenang untuk mengalihkan jenis penahanan yang satu kepada jenis penahanan yang lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 22

Ayat 2 : pengalihan jenis penahanan dinyatakan secara tersendiri dengan surat perintah dari penyidik atau penuntut umum atau penetapan hakim yang tembusannya diberikan kepada tersangka atau terdakwa serta keluarganya dan kepada instansi yang berkepentingan.
Pengalihan penahanan adalah wewenang instansi yang menahan dan mempnuyai kaitan dengan jenis-jenis penahanan yaitu :
1.            Penahanan pada Rumah Tahanan Negara Dilaksanakan di tempat-tempat yang telah ditunjuk oleh SK Menteri Hukum dan HAM sebagai Rumah Tahanan Negara (RUTAN)
2.            Penahanan rumah Dilaksanakan di rumah anda dengan diawasi kepolisian Penahanan kota Dilaksanakan di kota tempat tinggal anda dengan kewajiban melapor setiap minggu ke kantor polisi.
karena itu tersangka/terdakwa atau kuasa hukumnya atas keluarganya berhak untuk meminta agara status tahanannya dialihkan ke salah satu jenis penahanan tersebut
  1. Penangguhan penahanan.
Diatur dalam Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) :
a.       Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim sesuai dengan kewenangan masing-masing dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan.
b.      Karena jabatannya atau penuntut umum atau hakim sewaktu-waktu dapat mencabut penangguhan penahanan dalam hal tersangka atau terdakwa melanggar syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar