- Alasan
penahanan
Dalam
hal alasan penahanan terbagi atas dua
bagian, yaitu :
a)
Alasan
subyektif, dapat dilihat pada Pasal 21 ayat (1) KUHAP yang isinya membahas
perlunya melakukan penahanan dalam hal adanya suatu keadaan yang menimbulkan
kekhawatiran pada terdakwa atau tersangka akan melarikan diri, merusak atau
menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.
b)
Alasan
obyektif, dilihat pada Pasal 21 ayat (4) KUHAP yang isinya penahanan tersebut
hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak
pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut
dalam hal :
1)
Tindak
pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.
2)
Tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 282 ayat 3, pasal 296, pasal 335 ayat
1, pasal 351 ayat 1, pasal 353 ayat 1, pasal 372, pasal 378, pasal 379 a, pasal
453, pasal 454, pasal 455, pasal 459, pasal 480 dan pasal 506 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana, pasal 25 dan pasal 26 Rechtenordonnantie (pelanggaran terhadap
Ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan Staatsblad tahun 1931 nomor
471), pasal 1, pasal 2 dan pasal 4 Undang-Undang Tindak pidana Imigrasi
(Undang-undang Nomor 8 Drt Tahun 1955, Lembaga Negara Tahun 1955 Nomor 8),
pasal 36 ayat 7, pasal 41, pasal 42, pasal 43, pasal 47 dan pasal 48
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang NARKOTIKA (Lembaran Negara Tahun 1976
Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3086).
- Syarat-syarat penahanan
Apabila Jaksa selaku Penuntut Umum
berpendapat bahwa hasil penyidikan yang dilakukan penyidik atas suatu berkas
perkara belum lengkap dan perlu disempurnakan maka Jaksa selaku Penuntut Umum
mempunyai wewenang melakukan prapenuntutan yaitu untuk mengembalikan berkas
perkara tersebut kepada penyidik untuk dilengkapi atau disempurnakan dengan
disertai petunjuk-petunjuk penyempurnaannya. Selain prapenuntutan jaksa
penuntut umum juga dapat meminta kepada pihak penyidik untuk melakukan penahanan
kepada diri seseorang yang dianggap terdakwa atau tersangka, jika memang
diperlukan jaksa juga dapat meminta untuk melakukan penahanan lanjutan guna
keperluan penyidikan, hal ini diperjelas dengan melihat Pasal 14 KUHAP tentang
wewenang penuntut umum khususnya butir b dan c :
“mengadakan
prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan
ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan (4), dengan memberi petunjuk dalam rangka
penyempurnaan penyidikan dari penyidik“ “memberikan.Perpanjangan penahanan. melakukan penahanan atau penahanan lanjutan
dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik
“.
- Lamanya
Penahanan
Adapun mengenai
lamanya penahanan itu tergantung dari pihak penyidik dan pihak kejaksaan,
mereka melihat apakah terdakwa atau tersangka memang diharuskan untuk ditahan
melebihi dari ketentuannya. Lamanya penahanan ini diatur dalam Pasal 24 KUHAP
yang isi ketentuannya, bahwa :
1.
perintah
penahanan yang diberikan oleh penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20,
hanya berlaku paling lama dua puluh hari.
2.
jangka
waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan
pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh penuntut umum yang
berwenang untuk paling lama empat puluh hari
3.
ketentuan
sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan
dikeluarkannya tersangka dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan, jika
kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.
4.
setelah
waktu enam puluh hari tersebut, penyidik sudah harus mengeluarkan tersangka
dari tahanan demi hukum.
Ketentuan Pasal 25 KUHAP, bahwa :
1.
perintah
penahanan yang diberikan oleh penuntut umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
20, hanya berlaku paling lama dua puluh hari.
2.
Jangka
waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan
pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri
yang berwenang untuk paling lama tiga puluh hari.
3.
ketentuan
sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan
dikeluarkannya tersangka dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan
tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.
4.
setelah
waktu lima puluh hari tersebut, penuntut umum harus sudah mengeluarkan
tersangka dari tahanan demi hukum.
Ketentuan Pasal 26 KUHAP adalah bahwa :
1.
Hakim
pengadilan negeri yang mengadili perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84,
guna kepentingan pemeriksaan berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan
untuk paling lama tiga puluh hari.
2.
Jangka
waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan
pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri
yang bersangkutan untuk paling lama enam
puluh hari.
3.
Ketentuan
sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan (2) tidak
menutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka dari tahanan
sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah
terpenuhi.
4.
Setelah
waktu sembilan puluh hari walaupun perkara tersebut belum diputus, terdakwa
harus sudah dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
Ketentuan
Pasal 27 KUHAP, bahwa :
1.
Hakim
pengadilan tinggi yang mengadili perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87
guna kepentingan pemeriksaan banding berwenang mengeluarkan surat perintah
penahanan untuk paling lama tiga puluh hari.
2.
Jangka
waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan
pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan
tinggi yang bersangkutan untuk paling
lama enam puluh hari.
3.
Ketentuan
sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan (2) tidak
menutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka dari tahanan
sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah
terpenuhi.
4.
Setelah
waktu sembilan puluh hari walaupun perkara tersebut belum diputus, terdakwa
sudah harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
Ketentuan Pasal 28 KUHAP adalah bahwa :
1.
Hakim
Mahkamah Agung yang mengadili perkara sebagaimana dimaksud dalam pasal 88 guna
kepentingan pemeriksaan kasasi berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan
untuk paling lama lima puluh hari.
2.
Jangka
waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan
pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh Ketua Mahkamah Agung
untuk paling lama enam puluh hari.
3.
Ketentuan
sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan (2) tidak menutup kemungkinan
dikeluarkannya tersangka dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan
tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.
4.
Setelah
waktu seratus sepuluh hari walaupun perkara tersebut belum diputus, terdakwa
sudah harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
Ketentuan Pasal 29 bahwa :
1.
dikecualikan
dari jangka waktu penahanan sebagaimana tersebut dalam pasal 24, pasal 25,
pasal 26, pasal 27, pasal 28, guna kepentingan pemeriksaan terhadap tersangka
atau terdakwa dapat diperpanjang berdasar alasan yang patut dan tidak dapat
dihindarkan karena :
a.
tersangka
atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat, yang dibuktikan
dengan surat dokter, atau
b.
perkara
yang sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara sembilan tahun atau lebih.
2. perpanjangan tersebut pada ayat (1) diberikan untuk
paling lama tiga puluh hari dan dalam hal penahanan tersebut masih diperlukan,
dapat diperpanjang lagi untuk paling lama tiga puluh hari.
3. perpanjangn penahanan tersebut atas dasar permintaan dan
laporan pemeriksaan dalam tingkat:
a)
penyidikan
dan penuntutan diberikan oleh ketua pengadilan negeri ;
b)
pemeriksaan
di pengadilan negeri diberikan oleh ketua pengadilan tinggi ;
c)
pemeriksaan
banding diberikan oleh Mahkamah Agung ;
d)
pemeriksaan
kasasi diberikan oleh Ketua Mahkamah Agung.
4. penggunaan kewenangan perpanjangan penahanan oleh pejabat
tersebut pada ayat (3) dilakukan secara bertahap dan dengan penuh tanggung
jawab.
5. ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (2) tidak
menutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka atau terdakwa dari tahanan sebelum
berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah dipenuhi.
6. setelah waktu enam puluh hari, walaupun perkara tersebut
belum selesai diperiksa atau belum diputus, tersangka atau terdakwa harus sudah
dikeluarkan dari tahanan demi hukum
7. terhadap perpanjangan penahanan tersebut pada ayat (2)
tersangka atau terdakwa dapat mengajukan keberatan dalam tingkat :
a.
penyidikan
dan penunututan kepada ketua pengadilan tinggi.
b.
Pemeriksaan
pengadilan negeri dan pemeriksaan banding kepada Ketua Mahkamah Agung.
Ketentuan Pasal 30 KUHAP, bahwa :
Apabila tenggang
waktu penahanan sebagaimana tersebut pada pasal
24, pasal 25, pasal 26, pasal 27 dan pasal 28 atau perpanjangan penahanan
sebagaimana tersebut pada pasal 29 ternyata tidak sah, tersangka atau terdakwa
berhak minta ganti kerugian sesuai dengan ketentuan yang dimaksud dalam pasal
95 dan pasal 96.
- Perpanjangan
masa penahanan
Dalam hal
Penambahan Masa Tahanan yang diberikan oleh Penuntut Umum hanya berlaku untuk
paling lama dua puluh hari adapun guna
kepentingan pemeriksaan maka Penuntut Umum melalui ketua pengadlan negeri yang
berwenang dapat melakukan Penambahan Masa Tahanan untuk paling lama tiga puluh hari sesuai
dengan pasal 25 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP.
Dari uraian
tersebut diatas maka dapat disimpulkan tujuan dari Penambahan Masa Tahanan
yaitu untuk memperoleh unsur pembuktian yang lebih lengkap yang akan
mempermudah jaksa atau penuntut umum dalam melakukan pembuktian di persidangan.
- Jenis-jenis
penahanan
Menurut Pasal 22 ayat (1) KUHAP jenis-jenis
penahanan dapat dibedakan dalam :
a)
Penahan
rumah tahanan negara (RUTAN)
Tersangka atau terdakwa yang masih sedang dalam proses penyidikan,
penuntutan dan pemeriksaan pengadilan ditahan di Rutan. Selama belum ada rumah
tahanan negara di tempat yang bersangkutan, penahanan rumah tahanan negara
dapat dilakukan :
a.
Di kantor kepolisian negara ;
b.
Di kantor kejaksaan negeri ;
c.
Di lembaga pemasyarakatan ;
d.
Di rumah sakit (penjelasan Pasal 22 ayat (1) KUHAP)
e.
Di tempat lain dalam keadaan yang memaksa, misalnya
tersangka atau terdakwa pecandu narkotika, sejauh mungkin ditahan di tempat
tertentu yang sekaligus merupakan tempat perawatan (penjelasan Pasal 21 KUHAP)
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan
KUHAP Pasal 19 ayat (4) Kepala RUTAN tidak boleh menerima tahanan dalam RUTAN,
jika tidak disertai surat penahanan yang sah dikeluarkan oleh pejabat yang
bertanggung jawab secara yuridis atau tahanan itu sesuai dengan tingkat
pemeriksaan.
Penempatan tahanan dipisah-pisahkan berdasarkan jenis kelamin, umur dan
tingkatan pemeriksaan baik dalam proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan
Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung (ayat 2), dan untuk itu
dibuat daftar tahanan dalam buku register berdasarkan kriteria tersebut di atas
(ayat 3).
Di samping hal itu Kepala RUTAN mempunyai tugas memberitahukan kepada
pejabat yang bertanggung jawab secara yuridis atas tahanan itu, sesuai dengan
tingkatan pemeriksaan mengenai tahanan yang hampir habis masa penahanannya atau
perpanjangan penahanannya (ayat 6). Selain itu Kepala RUTAN demi hukum
mengeluarkan tahanan yang telah habis masa penahanan atau perpanjangan
penahanannya (ayat 7).
Dalam hal-hal tertentu, misalnya tahanan menderita sakit yang memerlukan
perawatan atau pemeriksaan di luar RUTAN yang disertai keterangan dari dokter
RUTAN yang ditunjuk menteri atau pulang ke rumah keluarganya karena kleluarga
sakit keras, kematian anak, isteri, orang tua dan sebagainya setelah melalui
pertimbangan, dapat diberi izin meningglkan RUTAN untuk sementara dengan izin
pejabat yang bertanggung jawab secara yuridis dan mendapat pengawalan
kepolisian (ayat 10).
b)
Penahanan
rumah
Dalam Pasal 22 ayat
(2) KUHAP dijelaskan pengertian dari penahanan rumah, yaitu penahanan rumah
dilaksanakan di rumah tempat tinggal atau rumah kediaman tersangka atau
terdakwa dengan mengadakan pengawasan terhadapnya untuk menhindarkan segala
sesuatu yang dapat menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutan, atau
pemeriksaan di sidang pengadilan. Akan tetapi tetap dimungkinkan seorang
tersangka atau terdakwa diberi kesempatan untuk keluar dari kediamannya dengan
alasan yang dapat dimungkinkan misalnya seorang terdakwa dalam keadaan sakit
sehingga diperlukan proses pengobatan secara berkala tetapi tetap dalam
pengawasan pihak yang berwenang.
c)
Penahanan
kota
Dijelaskan pada Pasal
22 ayat (3) KUHAP, penahanan kota dilaksanakan di kota tempat tinggal atau
tempat kediaman tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau
terdakwa melapor diri pada waktu yang ditentukan.
- Pengalihan
penahanan
Pada pengalihan penahanan diatur dalam Pasal 23 KUHAP
yang berbunyi :
Ayat 1 : penyidik atau penuntut umum atau hakim berwenang
untuk mengalihkan jenis penahanan yang satu kepada jenis penahanan yang lain
sebagaimana dimaksud dalam pasal 22
Ayat 2 : pengalihan jenis penahanan dinyatakan
secara tersendiri dengan surat perintah dari penyidik atau penuntut umum atau
penetapan hakim yang tembusannya diberikan kepada tersangka atau terdakwa serta
keluarganya dan kepada instansi yang berkepentingan.
Pengalihan
penahanan adalah wewenang instansi yang menahan dan mempnuyai kaitan dengan
jenis-jenis penahanan yaitu :
1.
Penahanan
pada Rumah Tahanan Negara Dilaksanakan di tempat-tempat yang telah ditunjuk
oleh SK Menteri Hukum dan HAM sebagai Rumah Tahanan Negara (RUTAN)
2.
Penahanan
rumah Dilaksanakan
di rumah anda dengan diawasi kepolisian Penahanan kota Dilaksanakan di kota tempat tinggal anda dengan kewajiban
melapor setiap minggu ke kantor polisi.
karena itu
tersangka/terdakwa atau kuasa hukumnya atas keluarganya berhak untuk meminta
agara status tahanannya dialihkan ke salah satu jenis penahanan tersebut
- Penangguhan
penahanan.
Diatur dalam Pasal
31 ayat (1) dan ayat (2) :
a.
Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau
penuntut umum atau hakim sesuai dengan kewenangan masing-masing dapat
mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan orang, berdasarkan
syarat yang ditentukan.
b.
Karena
jabatannya atau penuntut umum atau hakim sewaktu-waktu dapat mencabut
penangguhan penahanan dalam hal tersangka atau terdakwa melanggar syarat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar