Lamintang, dalam “Dasar
Dasar Hukum Pidana Indonesia” menjelaskan tentang delik formil
dengan delik materil adalah sebagai berikut:
“Delik formal ialah delik yang dianggap telah
selesai dengan dilakukannya tindakan yang dilarang dan diancam dengan hukuman
oleh undang-undang. Yang menjadi pokok larangan dalam rumusan itu ialah
melakukan perbuatan tertentu. Dalam hubungannya dengan selesainya tindak
pidana, jika perbuatan yang menjadi larangan itu selesai dilakukan, tindak
pidana itu selesai pula tanpa bergantung pada akibat yang timbul dari
perbuatan.
Sedangkan delik materil, delik yang dianggap telah
selesai dengan ditimbulkannya akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman
oleh undang-undang.”
maksudnya
ialah yang menjadi pokok larangan tindak pidana ialah pada menimbulkan akibat
tertentu, disebut dengan akibat yang dilarang atau akibat konstitutif. Titik beratnya larangan adalah pada menimbulkan akibat, sedangkan
wujud perbuatan apa yang menimbulkan akibat itu tidak menjadi persoalan.
Selanjutnya E.Y.
Kanter dan S.R. Sianturi, dalam “Asas-Asas
Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya” dengan menyatakan:
“Pada
delik formil, yang dirumuskan
adalah tindakan yang dilarang (beserta hal/keadaan lainnya) dengan tidak
mempersoalkan akibat dari tindakan itu. Misalnya pasal: 160 Kitab Undang
Undang Hukum Pidana (“KUHP”) tentang penghasutan, 209 KUHP
tentang penyuapan, 242 KUHP tentang sumpah palsu, 362 KUHP tentang pencurian.
Pada pencurian misalnya, asal saja sudah dipenuhi unsur-unsur dalam pasal 362
KUHP, tindak pidana sudah terjadi dan tidak dipersoalkan lagi, apakah orang
yang kecurian itu merasa rugi atau tidak, merasa terancam kehidupannya atau
tidak.
Sedangkan delik material selain dari pada tindakan yang
terlarang itu dilakukan, masih harus ada akibatnya yang timbul karena tindakan
itu, baru dikatakan telah terjadi tindak pidana tersebut sepenuhnya (voltooid). Misalnya:
pasal 187 KUHP tentang pembakaran dan sebagainya, 338 KUHP tentang pembunuhan,
378 KUHP tentang penipuan, harus timbul akibat-akibat secara
berurutan kebakaran, matinya si korban, pemberian sesuatu barang.”
Secara singkat dapat simpulkan bahwa, delik formil tidak
diperlukan adanya akibat, terpenuhinya/terlaksananya perbuatan yang dialarang makan telah terjadi tindak pidana. sedangkan delik materil, tindak
pidana dinyatakan terjadi jika telah ada akibatnya. tidak mesti mempersoalkan cara melakukan sesuatu yang menimbulkan akibat yang dialarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar