Asas-Asas Hukum Acara Pidana.
1.
Asas Legalitas
Dalam
Pasal 1 ayat 1 KUHP mengatakan “ tiada
suatu perbuatan dapat dipidana kecuali berdasarkan ketentuan perundang-undangan
pidana yang telah ada’’.(Nullum Delictum Nulla Poena Sine Previa
Lege Poenali).
2.
Asas Opportunitas
Seseorang
tidak dapat dituntut oleh jaksa karena dengan alasan dan pertimbangan demi
Kepentingan Umum jadi dalam hal ini dideponer (dikesampingkan). Walaupun asas
ini dianggap bertolak belakang dengan asas legalitas namun dalam UU Pokok
Kejaksaan Agung Nomor 15 Tahun 1961, pasal 8 memberi kewenangan kepada
Kejaksaan Agung untuk mendeponer/ menyampingkan suatu perkara berdasarkan “Demi
Kepentingan Umum”. Hal ini dipertegas lagi dalam pejelasan KUHAP pasal 77 yang
bahwa yang dimaksud “penghentian
penuntutan” tidak termasuk
penyampingan perkara untuk kepentingan umum yang menjadi wewenang Jaksa Agung.
3.
Asas Perlakuan Yang Sama Di Muka Hukum ( Equality Before The Law )
Asas
ini sesuai dengan UU Pokok Kekuasaan Kehakiman, Pasal 5 Ayat 1 yang berbunyi “Pengadilan
mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang”. Terdapat juga
dalam penjelasan umum KUHAP butir 3 a yang berbunyi “ perlakuaan yang sama atas diri
setiap orang di muka hukum dengan tidak mengadakan pembedaan perlakuan”.
4.
Asas Praduga Tak Bersalah ( Presumption Of Innocent )
suatu
asas yang menghendaki agar setiap orang yang terlibat dalam perkara pidana
harus dianggap belum bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan
kesalahannya itu. Dalam pemeriksaan perkara pada semua tingkatan pemeriksaan
semua pihak harus menganggap bagaimanapun juga tersangka/ terdakwa maupun dalam
menggunakan istilah sewaktu berdialog terdakwa.
Asas
ini dapat di jumpai dalam penjelasan umum KUHAP butir 3 huruf c. juga
dirumuskan dalam UU Pokok kekuasaan Kehakiman Nomor 14 Tahun 1970, Pasal 8 yang
berbunyi “setiap orang yang sudah disangka, ditangkap, ditahan, dituntut,
dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah
sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh
kekuatan hukum tetap”.
Menurut
M. Yahya Harahap, asas praduga tak bersalah di tinjau dari segi teknis
penyidikan dinamakan “
Prinsip Akusator “.
Akusator menempatkan kedudukan tersangka / terdakwa dalam setiap tingkat
pemeriksaan adalah sebagai subyek bukan sebagai obyek pemeriksaan. Oleh karena
itu tersangka / terdakwa harus didudukkan dan diperlakukan dalam
kedudukanmanusia yang mempunyai harkat dan martabat harga diri. Yang menjadi
obyek pemeriksaan dalam prinsip akusator adalah kesalahan ( tindak Pidana )
yang dilakukan oleh tersangka atau terdakwa, maka kea rah itulah pemeriksaan
ditujukan.
5.
Asas Penangkapan, Penahanan, Penggeledahan, Dan
Penyitaan Dilakukan Berdasarkan Perintah Tertulis Pejabat Yang Berwenang.
Asas
ini terdapat dalam penjelasan umum KUHAP butir 3 b Penangkapan diatur secara
rinci dalam pasal 15 sampai pasal 19 KUHAP. Dalam peradilan Militer diatur
dalam pasal 75 sampai 77 UU No. 31 Tahun 1997. Penahanan diatur dalam pasal 20
sampai 31 KUHAP. Dalam peradilan Militer diatur dalam pasal 78 sampai 80, dan
pasal 137 dan pasal 138 UU No. 31 Tahun 1997. Dalam KUHAP dan Peradilan Militer
juga mengatur mengenai Pembatasan penahanan. Penggeledahan diatur dalam pasal
32 sampai pasal 37 KUHAP. Dalam peradilan Militer diatur dlam pasal 82 samapi
pasal 86 UU No. 31 Tahun 1997. Tentang Penyitaan diatur dalam pasal 38 sampai
pasal 46 KUHAP. Dalam peradilan Militer diatur dalam pasal 87 sampai pasal 95
UU No. 31 Tahun 1997.
6.
Asas Ganti Kerugian Dan Rehabilitasi
Asas
ini juga terdapat dalam penjelasan umum KUHAP butir 3 d Pasal 9 UU Pokok
Kekuasaan Kehakiman No. 48 Tahun 2009 yang juga mengatur ganti rugi. Secara
rinci mengenai ganti rugi dan rehabilitasi diatur dalam pasal 95 sampai pasal
101 KUHAP. Kepada siapa ganti rugi ditujukan, memang hal ini tidak diatur
secara tegas dalam pasal-pasal KUHAP.
7.
Asas Peradilan Cepat, Sederhana Dan Biaya
Ringan.
Mengenai
asas ini terdapat beberapa ketentuan dalam KUHAP diantaranya pada pasal 50 yang
berbunyi “Tersangka atau terdakwa berhak segera mendapat pemeriksaan
penyidik, segera diajukan ke penuntut umum oleh penyidik, segera diajukan ke
pengadilan oleh penuntut umum, segera diadili oleh pengadilan”.Juga
pasal-pasal lain yaitu pasal 102 ayat 1, pasal 106, pasal 107 ayat 3 dan pasal
140 ayat 1.Tentang asas ini juga dijabarkan oleh KUHAP dalam pasal 98.
8.
Asas Tersangka / Terdakwa Berhak Mendapat
Bantuan Hukum.
KUHAP
pasal 69 sampai pasal 74 mengatur Bantuan Hukum yang mana tersangka atau
terdakwa mendapat kebebasan yang sangat luas. Asas bantuan hukum ini telah
menjadi ketentuan universal di negara-negara demokrasi dan beradab.
9.
Asas Pengadilan Memeriksa Perkara Pidana dengan
Hadirnya Terdakwa.
Ketentuan
mengenai hal ini diatur dalam pasal 154, 155 dan seterusnya dalam KUHAP. Yang
menjadi pengecualiannya ialah kemungkinan dijatuhkan putusan tanpa hadirnya
terdakwa yaitu putusan Verstek atau in
Absentia tapi ini hanya
dalam pengecualian dalam acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas.
Pasal 214 mengatur mengenai acara pemeriksaan verstek.
Dalam hukum acara pidana khusus seperti UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Tindak
Pidana Korupsi dan lainnya dikenal pemeriksaan pengadilan secara in absentia atau tanpa hadirnya terdakwa.
10. Asas Peradilan Terbuka Untuk Umum.
Pasal
yang mengatur asas ini adalah pasal 153 ayat 3 dan 4 KUHAP yang berbunyi “Untuk
keperluan pemeriksaan hakim ketua membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk
umum, kecuali dalam perkara mengadili kesusilaan atau terdakwanya anak-anak”.
11. Asas Accusatoir
yaitu
penempatan tersangka sebagai subjek yang memiliki hak yang sama di depan hukum.
Asas accusatoir menunjukan bahwa seorang terdakwa yang
diperiksa dalam sidang pengadilan bukan lagi sebagai objek pemeriksaan.
Melainkan sebagai subjek. Asas accusatoir telah memperlihatkan suatu pemeriksaan
terbuka, dimana setiap orang dapat menghadiri dan menyaksikan jalannya
pemeriksaan. Terdakwa mempunyai hak yang sama nilainya dengan penuntut umum,
sedangkan hakim berada di atas kedua belah pihak untuk menyelesaikan perkara
pidana menurut hukum pidana yang berlaku. Asas ini tersurat dalam KUHAP yaitu
pada Pasal 52, Pasal 55, Pasal 65 karena kebebasan memberi dan mendapatkan
nasihat hukum menunjukkan bahwa dengan KUHAP telah dianut asas akusator (accusatoir).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar