Daftar Blog Bacaan

Rabu, 26 Oktober 2016

PENGERTIAN PENEGAKAN HUKUM

Pengertian Penegakan Hukum
Penegak hukum itu terbagi atas beberapa bagian yaitu : Hakim, Penasihat Hukum (Advokat/Pengacara), Notaris, Jaksa, Polisi.
1.      Hakim
Menurut kamus hukum, hakim adalah petugas pengadilan yang mengadili perkara; dalam ilmu pengetahuan diakui sebagai salah satu sumber hukum.
Hakim menurut Pasal 1 Butir 8 KUHAP adalah pejabat peradilan Negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Sedangkan menurut Bismar Siregar (1983:164), apapun istilah yang setepatnya, karena menyebut hakim sudah tidak diragukan yaitu mereka yang mengucapkan dan menetapkan keadilan atas diri seseorang.
Dalam mengemban tugas penegakan hukum dan keadilan, para hakim mempunyai kewajiban-kewajiban berat yang harus ditunaikan demi tercapainya tujuan yang tertentu, yaitu suatu masyarakat yang adil dan makmur. Agar para hakim tetap berlaku jujur dan tidak tergoda bujukan-bujukan dari luar yang dapat mempengaruhi putusannya, sebelum melakukan jabatannya menurut Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, hakim harus bersumpah atau berjanji menurut agamanya.
Menurut KUHAP, hakim di dalam proses persidangan berkedudukan sebagai pimpinan. Kedudukan ini memberi hak untuk mengatur jalan ketidaktertiban dalam sidang. Guna keperluan keputusan, hakim berhak dan harus menghimpun keterangan-keterangan dari semua pihak terutama saksi dan terdakwa termasuk penasihat hukumnya.
Kedudukan hakim yang terhormat itu diimbangi pula dengan tugas dan tanggung jawab yang berat. Sebab keputusan hakim dapat membawa akibat yang sangat jauh pada kehidupan para orang-orang lain yang terkena oleh jangkauan keputusan tersebut. Keputusan hakim yang tidak adil bahkan dapat mengakibatkan lahir dan batin yang dapat membekas dalam batin pihak-pihak yang bersangkutan sepanjang perjalanan hidupnya. (Arief Sidharta, 1992:210).
Hakim yang menerima janji, pemberian, dimana ia mengetahui bahwa janji atau pemberian yang diberikan kepadanya supaya mempengaruhi keputusan yang akan di ambil terhadap suatu perkara yang sedang ditanganinya, hakim yang berkedudukan sebagai pimpinan dalam usaha penerapan hukum demi keadilan di persidangan harus menyadari tanggung jawabnya sehingga bila ia berbuat dan bertindak tidaklah sekedar menerima, memeriksa, kemudian menjatuhkan palu putusan, melainkan juga bahwa dari keseluruhan perbuatannya itu senantiasa diarahkan guna mewujudkan keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Hakim sebagai organ pengadilan dianggap memahami hukum, pencari keadilan datang kepadanya untuk memohon keadilan. Dalam menjalankan tugas sebagai hakim, maka hakim tidak diperbolehkan memihak dan memeriksa perkara tertentu. Untuk itu undang-undang menentukan antara lain bahwa sidang terbuka untuk umum, kemudian dalam memberi putusan harus disertai alasan-alasan hukum.
Hakim adalah pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam undang-undang, hakim harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, professional, dan berpengalaman di bidang hakim. (menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman).
Pada dasarnya Undang-undang menempatkan hakim pada kedudukan yang terhormat. Diantara tolak ukurnya adalah hakim diangkat dan diberhentikan oleh Presiden selaku kepala Negara. Hal itu terutama tersurat dalam Pasal 25 Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum.
2.      Penasihat Hukum (Advokat/Pengacara)
Penasihat Hukum  Adalah seorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasar undang-undang untuk memberi bantuan hukum (KUHAP Pasal 1 ayat (13). Pada dasarnya tugas pokok penasihat hukum (Advokat/Pengacara) adalah untuk memberikan legal opinion, serta nasihat hukum dalam rangka menjauhkan klien dari konflik, sedangkan di lembaga peradilan (beracara di pengadilan) penasihat hukum mengajukan atau membela kepentingan kliennya.
Dalam beracara di depan pengadilan tugas pokok penasihat hukum adalah mengajukan fakta dan pertimbangan yang ada sangkut pautnya dengan klien yang dibelanya dalam perkara tersebut, sehingga dengan itu memungkinkan bagi hakim untuk memberikan putusan yang seadil-adilnya.
Antara pengacara dengan advokat sering sekali digandengakan penyebutannya. Dua istilah ini memang sama-sama bergerak dalam lapangan bantuan hukum, khususnya pada litigasi. Perbedaan istilah di antara mereka lebih berkaitan dengan kompetensi saja. Untuk pengacara, wilayah bantuan hukum yang dapat ditanganinya adalah satu wilayah pengadilan tinggi, sedangkan advokat meliputi wilayah seluruh Indonesia.

3.      Notaris
Notaris adalah pejabat umum yang melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Jabatan Notaris. Adapun istilah-istilah yang sering kita dengar mengenai notaris antara lain :
Notaris Pengganti adalah seseorang yang diangkat oleh pejabat yang berwenang setelah mendapat persetujuan Menteri untuk menggantikan Notaris yang berhalangan sementara dalam menjalankan jabatannya.
Wakil Notaris Sementara adalah seseorang yang diangkat oleh Menteri atas usul Ketua Pengadilan Negeri untuk menjalankan tugas jabatan Notaris pada wilayah kerja Notaris yang tidak ada Notarisnya.
Protokol Notaris adalah seluruh dokumen negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris yang terdiri dari minuta-minuta yang telah dijilid, repertorium, daftar pengesahan surat-surat di bawah tangan, daftar akta-akta protes.
Formasi Notaris adalah penentuan jumlah Notaris di suatu wilayah kerja.
4.      Jaksa
Menurut Djoko Prakoso (1998:16-17), bahwa :Jaksa asal kata dari “Adhyaksa” , kata tersebut dari bahasa sansekerta yang dapat diartikan dalam berbagai arti seperti :
Superintendant
Pengawasan dalam urusan kependetaan, baik agama budha maupun syiwa. Disamping itu juga bertugas sebagai hakim dan demikian ia berada di bawah perintah serta pengawasan Maha Patih (Dr. W. F. Stutterheim, “Het Hindosisme in de Archipel”, cetakan ke-2).
“Adhyaksa” sebagai “Rechter vab instructie bijde Landraad”, yang kalau dihubungkan dengan jabatan dalam dunia modern sekarang dapat disejajarkan dengan Hakim Komisaris (Dr. Th Pigeaud Kamus Jawa Modern belanda”, dikutip dari Mr.Susanto Kartoatmodjo, op. cit).
      Dari kata yang diungkapkan di atas mengatakan bahwa, sejak dulu jaksa merupakan jabatan yang mempunyai kewenangan luas. Dahulu “Adhyaksa” tidaklah sama tugasnya dengan Penuntut Umum sekarang ini. Lembaga Penuntut Umum seperti sekarang tidak bertugas sebagai Hakim seperti “Adhyaksa”  dahulu, tetapi keduanya mempunyai persamaan tugas yaitu penyidikan perkara, penuntutan dan melakukan tugas sebagai Hakim Komisaris.
      Melihat ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Kejaksaan Nomor 5 Tahun 1991 mengatakan bahwa jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sedangkan Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
      Jaksa dijernihkan wewenangnya sebagai instansi Penuntut Umum, yang mana Jaksa hanya berwenang untuk melakukan penuntutan saja dan tidak dibenarkan lagi ikut campur tangan dalam proses penyidikan (kecuali terhadap tindak pidana tertentu atau khusus). Ini sesuai dengan apa yang ditetapkan dalam Undang-Undang yaitu KUHAP  Pasal 1 ayat (6a) : “Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh Undang-Undang ini untuk bertindak sebagai Penuntut Umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.”
5.      Kepolisian
Sesuai Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 menjelaskan :
Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan Perundang-undangan.
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pejabat Kepolisian Negara Republik indonesia adalah anggota Kepolisian Negara republik indonesia yang berdasarkan Undang-Undang memiliki wewenang umum Kepolisian.
Penyelidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh Undang-undang untuk melakukan penyelidikan.
Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh Undang-undang untuk melakukan penyidikan.
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Kapolri adalah pimpinan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penanggung jawab penyelenggaraan fungsi Kepolisian.
                 
a.       Penahanan
Sesuai dengan Undang-Undang Tentang Hukum Acara Pidana Bab I Pasal 1 butir 21 menjelaskan bahwa penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Penahanan sudah dapat dilakukan selama proses penyidikan dengan alasan tertentu (KUHAP Pasal 21 ayat (1) dan ayat (4)) walaupun belum keluar ketetapan dari Hakim.
Berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (1), semua instansi penegak hukum mempunyai wewenang untuk melakukan penahanan. Juga dari ketentuan tersebut telah diseragamkan istilah tindakan penahanan. Tidak dikacaukan lagi dengan berbagai ragam istilah yang dulu dalam HIR, yang membedakan dan mencampur aduk antara penangkapan, penahanan sementara, dan tahanan sementara, yang dalam peristilahan Belanda disebut de verdachte aan te houden (Pasal 60 ayat (1) HIR) yang berarti menangkap tersangka, dan untuk menahan sementara digunakan istilah voorlopige aan houding (Pasal 62 ayat (1) HIR). Serta untuk perintah penahanan yang dimaksud Pasal 83 HIR diperhunakan istilah zijin gevangen houding bevelen.
b.      Penyidikan
            Pada Pasal 1 butir 2 tercantum :
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal  menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Berdasarkan rumusan diatas maka tugas utama penyidik adalah :
- Mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti-bukti tersebut membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi.
-   Menemukan tersangka.
Pejabat penyelidik terdiri dari semua Anggota POLRI. Sedangkan pejabat penyidik terdiri dari Anggota POLRI dan PPNS dengan pangkat tertentu, dan ruang lingkup wewenang penyidik amat luas jika dibandingkan dengan penelidik.
Pihak yang berwenang melakukan penyidikan berdasarkan Pasal 6 dan Pasal 10 KUHAP yang berhak atau berwenang melakukan penyidikan adalah :
Penyidik POLRI yaitu Ajun Inspektur Polisi II (AIPDA)
Penyidik Pembantu yaitu minimal berpangkat sersan II Polisi atau PNS POLRI Pengatur Muda (Gol II/a)
Penyidik PPNS yaitu minimal berpangkat gol. II/B
Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan sesuatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum (sehari-hari dikenal dengan nama SPDP/Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan sesuai dengan Pasal 109 ayat (1) KUHAP).Setelah bukti-bukti dikumpulkan dan yang diduga tersangkanya telah ditemukan maka penyidik menilai dengan cermat, apakah cukup bukti untuk dilimpahkan kepada penuntut umum(Kejaksaan) atau ternyata bukan merupakan tindak pidana.           
Asas “Pemberhentian Penyidikan” tersebut, jika penuntut umum atau pihak ketiga (lain) yang berkepentingan, dapat mengajukan “praperadilan” kepada pengadilan negeri yang akan memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan. Jika pengadilan negeri sependapat dengan penyidik maka penghentian penyidikan sah adanya tetapi jika pengadilan negeri tidak sependapat maka penyidikan wajib dilanjutkan. Dalam hal ini ada pihak yang bertanya bahwa jika putusan praperadilan untuk melanjutkan penyidikan, tidak dilaksanakan oleh penyidik, bagaimana sanksinya?. Pertanyaan yang demikian adalah berlebihan. Bukankah setiap orang dapat menanyakannya dan penyidik tersebut masih diawasi aparat atasannya.
Setelah selesai dilakukan penyidikan, maka berkas diserahkan kepada penuntut umum (Pasal 8 ayat 2 KUHAP).Penyerahan ini dilakukan 2 tahap yakni :
- Tahap pertama, penyidik hanya menyerahkan berkas perkara;
- Dalam hal penyidik sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum.
      Jika pada penyerahan tahap pertama, penuntut umum berpenndapat bahwa berkas kurang lengkap maka ia dapat :
- Mengembalikan berkas perkara kepada penyidik untuk dilengkapi disertai petunjuk.
-   Melengkapi sendiri, berdasarkan Undang-Undang No.5 Tahun 1991.
      Berdasarkan Pasal 110 ayat (4) KUHAP, jika dalam waktu 14 hari penuntut umum tidak mengembalikan berkas (hasil penyidikan) maka penyidikan dianggap  telah selesai.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar