Pengertian Penegakan Hukum
Penegak hukum itu terbagi atas beberapa bagian
yaitu : Hakim, Penasihat Hukum (Advokat/Pengacara), Notaris, Jaksa, Polisi.
1. Hakim
Menurut kamus hukum, hakim
adalah petugas pengadilan yang mengadili perkara; dalam ilmu pengetahuan diakui
sebagai salah satu sumber hukum.
Hakim menurut Pasal 1 Butir 8
KUHAP adalah pejabat peradilan Negara yang diberi wewenang oleh undang-undang
untuk mengadili. Sedangkan menurut Bismar Siregar (1983:164), apapun istilah
yang setepatnya, karena menyebut hakim sudah tidak diragukan yaitu mereka yang
mengucapkan dan menetapkan keadilan atas diri seseorang.
Dalam mengemban tugas
penegakan hukum dan keadilan, para hakim mempunyai kewajiban-kewajiban berat
yang harus ditunaikan demi tercapainya tujuan yang tertentu, yaitu suatu
masyarakat yang adil dan makmur. Agar para hakim tetap berlaku jujur dan tidak
tergoda bujukan-bujukan dari luar yang dapat mempengaruhi putusannya, sebelum
melakukan jabatannya menurut Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2004, hakim harus bersumpah atau berjanji menurut agamanya.
Menurut KUHAP, hakim di dalam
proses persidangan berkedudukan sebagai pimpinan. Kedudukan ini memberi hak untuk mengatur jalan
ketidaktertiban dalam sidang. Guna keperluan keputusan, hakim berhak dan harus
menghimpun keterangan-keterangan dari semua pihak terutama saksi dan terdakwa
termasuk penasihat hukumnya.
Kedudukan hakim yang terhormat
itu diimbangi pula dengan tugas dan tanggung jawab yang berat. Sebab keputusan
hakim dapat membawa akibat yang sangat jauh pada kehidupan para orang-orang
lain yang terkena oleh jangkauan keputusan tersebut. Keputusan hakim yang tidak
adil bahkan dapat mengakibatkan lahir dan batin yang dapat membekas dalam batin
pihak-pihak yang bersangkutan sepanjang perjalanan hidupnya. (Arief Sidharta,
1992:210).
Hakim yang menerima janji,
pemberian, dimana ia mengetahui bahwa janji atau pemberian yang diberikan
kepadanya supaya mempengaruhi keputusan yang akan di ambil terhadap suatu
perkara yang sedang ditanganinya, hakim yang berkedudukan sebagai pimpinan
dalam usaha penerapan hukum demi keadilan di persidangan harus menyadari
tanggung jawabnya sehingga bila ia berbuat dan bertindak tidaklah sekedar
menerima, memeriksa, kemudian menjatuhkan palu putusan, melainkan juga bahwa
dari keseluruhan perbuatannya itu senantiasa diarahkan guna mewujudkan keadilan
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Hakim sebagai organ pengadilan dianggap memahami hukum, pencari keadilan
datang kepadanya untuk memohon keadilan. Dalam menjalankan tugas sebagai hakim,
maka hakim tidak diperbolehkan memihak dan memeriksa perkara tertentu. Untuk
itu undang-undang menentukan antara lain bahwa sidang terbuka untuk umum,
kemudian dalam memberi putusan harus disertai alasan-alasan hukum.
Hakim adalah pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam
undang-undang, hakim harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak
tercela, jujur, adil, professional, dan berpengalaman di bidang hakim. (menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman).
Pada dasarnya Undang-undang menempatkan hakim pada kedudukan yang
terhormat. Diantara tolak ukurnya adalah hakim diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden selaku kepala Negara. Hal itu terutama tersurat dalam Pasal 25
Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang
Kekuasaan Kehakiman, dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan
Umum.
2. Penasihat Hukum (Advokat/Pengacara)
Penasihat Hukum Adalah seorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasar
undang-undang untuk memberi bantuan hukum (KUHAP Pasal 1 ayat (13). Pada
dasarnya tugas pokok penasihat hukum (Advokat/Pengacara) adalah untuk
memberikan legal opinion, serta
nasihat hukum dalam rangka menjauhkan klien dari konflik, sedangkan di lembaga
peradilan (beracara di pengadilan) penasihat hukum mengajukan atau membela
kepentingan kliennya.
Dalam beracara di depan
pengadilan tugas pokok penasihat hukum adalah mengajukan fakta dan pertimbangan
yang ada sangkut pautnya dengan klien yang dibelanya dalam perkara tersebut,
sehingga dengan itu memungkinkan bagi hakim untuk memberikan putusan yang
seadil-adilnya.
Antara pengacara dengan
advokat sering sekali digandengakan penyebutannya. Dua istilah ini memang
sama-sama bergerak dalam lapangan bantuan hukum, khususnya pada litigasi.
Perbedaan istilah di antara mereka lebih berkaitan dengan kompetensi saja.
Untuk pengacara, wilayah bantuan hukum yang dapat ditanganinya adalah satu wilayah
pengadilan tinggi, sedangkan advokat meliputi wilayah seluruh Indonesia.
3. Notaris
Notaris adalah pejabat
umum yang melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Jabatan
Notaris. Adapun istilah-istilah yang sering kita dengar mengenai notaris antara
lain :
Notaris Pengganti adalah
seseorang yang diangkat oleh pejabat yang berwenang setelah mendapat
persetujuan Menteri untuk menggantikan Notaris yang berhalangan sementara dalam
menjalankan jabatannya.
Wakil Notaris Sementara adalah
seseorang yang diangkat oleh Menteri atas usul Ketua Pengadilan Negeri untuk
menjalankan tugas jabatan Notaris pada wilayah kerja Notaris yang tidak ada
Notarisnya.
Protokol Notaris adalah
seluruh dokumen negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris yang
terdiri dari minuta-minuta yang telah dijilid, repertorium, daftar pengesahan
surat-surat di bawah tangan, daftar akta-akta protes.
Formasi Notaris adalah
penentuan jumlah Notaris di suatu wilayah kerja.
4. Jaksa
Menurut Djoko
Prakoso (1998:16-17), bahwa :Jaksa asal kata dari “Adhyaksa” , kata tersebut dari bahasa sansekerta yang dapat
diartikan dalam berbagai arti seperti :
Superintendant
Pengawasan
dalam urusan kependetaan, baik agama budha maupun syiwa. Disamping itu juga
bertugas sebagai hakim dan demikian ia berada di bawah perintah serta
pengawasan Maha Patih (Dr. W. F. Stutterheim, “Het Hindosisme in de Archipel”, cetakan ke-2).
“Adhyaksa” sebagai “Rechter
vab instructie bijde Landraad”, yang kalau dihubungkan dengan jabatan dalam
dunia modern sekarang dapat disejajarkan dengan Hakim Komisaris (Dr. Th Pigeaud
Kamus Jawa Modern belanda”, dikutip dari Mr.Susanto Kartoatmodjo, op. cit).
Dari kata yang diungkapkan di atas
mengatakan bahwa, sejak dulu jaksa merupakan jabatan yang mempunyai kewenangan
luas. Dahulu “Adhyaksa” tidaklah sama
tugasnya dengan Penuntut Umum sekarang ini. Lembaga Penuntut Umum seperti
sekarang tidak bertugas sebagai Hakim seperti “Adhyaksa” dahulu, tetapi
keduanya mempunyai persamaan tugas yaitu penyidikan perkara, penuntutan dan
melakukan tugas sebagai Hakim Komisaris.
Melihat ketentuan Pasal 1 Undang-Undang
Kejaksaan Nomor 5 Tahun 1991 mengatakan bahwa jaksa adalah pejabat yang diberi
wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta
melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Sedangkan Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini
untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
Jaksa dijernihkan wewenangnya sebagai
instansi Penuntut Umum, yang mana Jaksa hanya berwenang untuk melakukan
penuntutan saja dan tidak dibenarkan lagi ikut campur tangan dalam proses
penyidikan (kecuali terhadap tindak pidana tertentu atau khusus). Ini sesuai
dengan apa yang ditetapkan dalam Undang-Undang yaitu KUHAP Pasal 1 ayat (6a) : “Jaksa adalah pejabat
yang diberi wewenang oleh Undang-Undang ini untuk bertindak sebagai Penuntut
Umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.”
5. Kepolisian
Sesuai Undang-undang Nomor 2
Tahun 2002 menjelaskan :
Kepolisian adalah segala
hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan
peraturan Perundang-undangan.
Anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
Pejabat Kepolisian Negara
Republik indonesia adalah anggota Kepolisian Negara republik indonesia yang
berdasarkan Undang-Undang memiliki wewenang umum Kepolisian.
Penyelidik adalah pejabat
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh Undang-undang
untuk melakukan penyelidikan.
Penyidik adalah pejabat
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh Undang-undang
untuk melakukan penyidikan.
Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Kapolri adalah pimpinan Kepolisian
Negara Republik Indonesia dan penanggung jawab penyelenggaraan fungsi
Kepolisian.
a. Penahanan
Sesuai dengan Undang-Undang Tentang Hukum
Acara Pidana Bab I Pasal 1 butir 21 menjelaskan bahwa penahanan adalah
penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut
umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini.
Penahanan sudah dapat dilakukan selama proses
penyidikan dengan alasan tertentu (KUHAP Pasal 21 ayat (1) dan ayat (4))
walaupun belum keluar ketetapan dari Hakim.
Berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (1),
semua instansi penegak hukum mempunyai wewenang untuk melakukan penahanan. Juga
dari ketentuan tersebut telah diseragamkan istilah tindakan penahanan. Tidak
dikacaukan lagi dengan berbagai ragam istilah yang dulu dalam HIR, yang
membedakan dan mencampur aduk antara penangkapan, penahanan sementara, dan
tahanan sementara, yang dalam peristilahan Belanda disebut de verdachte aan te houden (Pasal 60 ayat (1) HIR) yang berarti
menangkap tersangka, dan untuk menahan sementara digunakan istilah voorlopige aan houding (Pasal 62 ayat
(1) HIR). Serta untuk perintah penahanan yang dimaksud Pasal 83 HIR
diperhunakan istilah zijin gevangen
houding bevelen.
b. Penyidikan
Pada
Pasal 1 butir 2 tercantum :
Penyidikan adalah serangkaian tindakan
penyidik dalam hal menurut cara yang
diatur dalam Undang-Undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya.
Berdasarkan rumusan diatas maka tugas
utama penyidik adalah :
-
Mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti-bukti tersebut membuat terang
tentang tindak pidana yang terjadi.
- Menemukan tersangka.
Pejabat
penyelidik terdiri dari semua Anggota POLRI. Sedangkan pejabat penyidik terdiri
dari Anggota POLRI dan PPNS dengan pangkat tertentu, dan ruang lingkup wewenang
penyidik amat luas jika dibandingkan dengan penelidik.
Pihak
yang berwenang melakukan penyidikan berdasarkan Pasal 6 dan Pasal 10 KUHAP yang
berhak atau berwenang melakukan penyidikan adalah :
Penyidik
POLRI yaitu Ajun Inspektur Polisi II (AIPDA)
Penyidik
Pembantu yaitu minimal berpangkat sersan II Polisi atau PNS POLRI Pengatur Muda
(Gol II/a)
Penyidik
PPNS yaitu minimal berpangkat gol. II/B
Dalam
hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan sesuatu peristiwa yang merupakan
tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum
(sehari-hari dikenal dengan nama SPDP/Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan
sesuai dengan Pasal 109 ayat (1) KUHAP).Setelah bukti-bukti dikumpulkan dan
yang diduga tersangkanya telah ditemukan maka penyidik menilai dengan cermat,
apakah cukup bukti untuk dilimpahkan kepada penuntut umum(Kejaksaan) atau
ternyata bukan merupakan tindak pidana.
Asas “Pemberhentian Penyidikan” tersebut, jika penuntut umum atau pihak
ketiga (lain) yang berkepentingan, dapat mengajukan “praperadilan” kepada
pengadilan negeri yang akan memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian
penyidikan. Jika pengadilan negeri sependapat dengan penyidik maka penghentian
penyidikan sah adanya tetapi jika pengadilan negeri tidak sependapat maka
penyidikan wajib dilanjutkan. Dalam hal ini ada pihak yang bertanya bahwa jika
putusan praperadilan untuk melanjutkan penyidikan, tidak dilaksanakan oleh
penyidik, bagaimana sanksinya?. Pertanyaan yang demikian adalah berlebihan. Bukankah
setiap orang dapat menanyakannya dan penyidik tersebut masih diawasi aparat
atasannya.
Setelah selesai dilakukan penyidikan, maka berkas diserahkan kepada
penuntut umum (Pasal 8 ayat 2 KUHAP).Penyerahan ini dilakukan 2 tahap yakni :
- Tahap pertama, penyidik hanya menyerahkan berkas perkara;
- Dalam hal penyidik sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan
tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum.
Jika pada penyerahan tahap
pertama, penuntut umum berpenndapat bahwa berkas kurang lengkap maka ia dapat :
- Mengembalikan berkas perkara
kepada penyidik untuk dilengkapi disertai petunjuk.
- Melengkapi sendiri, berdasarkan
Undang-Undang No.5 Tahun 1991.
Berdasarkan Pasal 110 ayat (4)
KUHAP, jika dalam waktu 14 hari penuntut umum tidak mengembalikan berkas (hasil
penyidikan) maka penyidikan dianggap
telah selesai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar