Daftar Blog Bacaan

Selasa, 11 Oktober 2016

PENCUCIAN UANG/ MONEY LAUNDERING DAN PENGERTIANNYA

1.      Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
Perbedaan pendapat adalah merupakan sautu hal yang wajar dalam fenomena kehidupan sosial, karna dari sinilah kita mendapatkan hikmah yang pada ahirnya tercapai suatu kebenaran, bahkan ada pula peryataan yang bersifat ideologis yang menyatakan perbedaan pendapat itu demokratis.[1]  Dan masih banyak lagi untaian kata filosofis yang memberikan penjelasan atau mengisyaratkan bahwa pola pikir manusia memang berbeda satu dengan yang lainnya.
konsepsi tentang pola pikir manusia yang sedemikian nampaknya juga berlaku dalam disiplin ilmu hukum dimana tidak jarang ditemukan adanya perbedaan pendapat mengenai pengertian/definisi suatu hal, misalnya istilah Pencucian uang (Money Laudering) yang di kenal sejak tahun 1930[2] di negara Amerika Serikat. Istilah tersebut erat kaitannya dengan usaha laudry. Dimana pada saat itu kejahatan ini dilakukan oleh organisasi kejahatan mafia melalui pembelian perusahaan-perusahaan pencuciaan pakaian (laudry) yang kemudian di gunakan oleh oraganisasi tersebut sebagai tempat pencucian uang yang dihasilkan dari kegiatan ilegal atau hasil kejahatan.
Tidak ada yang seragam dan komprehensif mengenai pengertian pencucian uang atau money laundering, masing-masing negara memiliki pengertian atau defenisi mengenai pencucian uang sesuai dengan terminologi kejahatan menurut hukum negara yang bersangkutan. Indonesia sendiri baru mengenal pencucian uang sejak dimasukkannya Indonesia untuk pertama kali dalam NNCT (Non-cooperative cauteries and terrories) bersama 14 Negara lainnya oleh Financial Action Task Force (FATF)[3].
Istilah money laundering dalam bahaasa Indonesia dapat diterjemahkan secara harfiah sebagai pencucian uang atau sesuai dengan suatu konsep yang dikenal di Indonesia dengan istilah pemutihan uang[4] atau pembersihan uang hasil transaksi gelap (legitimazing illegitimate income). Kata money dalam Money laudering berkonotasi beragam ada yang menyebutnya dirty money, hot money illegal money atau illicit money, dalam bahasa Indonesia juga di sebut beragam, ada yang menyebutnya uang kotor, uang haram, uang panas  atau uang gelap. TB. Imran menyatakan pencucian uang adalah penggunan uang yang diperoleh dari aktivitas ilegal dengan menutupi indentitas individu yang memperoleh uang tersebut dan mengubahnya menjadi aset yang terlihat seperti diperoleh dari sumber yang sah.[5]
Secara umum dapat dikatakan bahwa aktivitas pencucian uang merupakan suatu perbuatan memindahkan, menggunakan atau melakukan perbuatan lainnya atas hasil dari suatu tindak pidana yang kerap dilakukan oleh organisasi kejahatan maupun individu yang melakukan tindak pidana seperti korupsi, penyuapan, perdangan, narkotika, pembalakan liar dan sebagainya, hasil kejahatan tersebut selanjutnya disembunyikan, disamarkan atau dikaburkan asala-usulnya, sehingga kemudian dapat digunakan seoleh-oleh sebagai uaang dari hasil kegiatan usaha yang sah tanpa terdeteksi bahwa harta kekayaan tersebut berasal dari kegiatan yang ilegal.[6]
Dalam black”s law dictionary, disebutkan bahwa istilaah money laudering adalah: “artinya “Istilah untuk menggambarkan investasi di bidang-bidang ilegal melalui jalur yang sah, sehingga uang tersebut tidak dapat di ketahui ilaagi asal usulnya”.[7]
Sarah N. Willing mengemukakan pengertian money laundering sebagai proses yang dilakukan oleh seseorang menyembunyikan keberadaan, sumber ilegal atau aplikasi ilegal dari pendapatan atau kemudian menyamarkan pendapatan itu menjadi sah. Welling juga menekankan bahwa pencucian uang adalah suatu proses mengaburkan atau menyembunyikan uang-uang ilegal melalui sistem keuangan sehingga ia akan muncul kembali sebagai uang yang sah.[8]
Lebih lanjut Syaiful Bakri menjelaskan bahwa pencucian uang merupakan suatu perbuatan memindahkan, menggunakan atau melakukan perbuatan lainnya atas hasil dari tindak pidana yang kerap dilakukan oleh criminal organization, maupun individu yang melakukan tindak pidana korupsi, penyuapan, perdagangan narkotika,  kejahatan kehutanan, kejahatan lingkungan hidup dan tindak pidana lainnya dengan maksud menyembunyikan, menyamarkan atau mengaburkan asal-usul yan berasal dari hasil tindak pidana[9]. Perbuatan menyamarkan, mengaburkan atau menyembunyikan tersebut dilakukan agar hasil kejahatan (proceeds of crime) yang di peroleh dianggap seolah-olah sebagai uang yang sah tanpa terdeteksi bahwa harta kekayaan tersebut berasal dari kegiatan ilegal.
Sedangkan di dalam Pasal 3 angka 1 Undang-undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang kemudian di sebut dengan Istilah TPPU dapat di simpulkan bahwa  TPPU adalah suatu perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negri, menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaaan yang di ketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaaan yang sah.[10]
2.      Tahap Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa kejahatan money laundering merupakan kejahatan yang begitu kompleks, sehingga tidak mudah untuk membuktikan adanya suatu pencucian uang. Namun tidak di karenakan kompleksnya kejahatan money laundering sehingga pakar tidak mampu untuk mengklasifikasikan kejahatan tersebut. Berikut ini merupakan tahapan kejahatan money laundery[11]:
1.      Tahap Plaacement.
Tahap ini merupakan tahap pertama dimana para pelaku berusaha menempatkan danaa yang dihasilkan dari suatu aktivitas kriminal, misalnya dengan mendepositkan uang kotor atau uang haram tersebut ke dalam sistem keuangan. Sejumlah uang ditempatkan dalam suatu bank, akan kemudian uang itu masuk ke dalam sistem keuangan negara yang bersangkutan.
2.      Tahap Layering.
Pada tahap ini bisa dikatakan tahap pelapisan(layering). Berbagai cara dapat dilakukan melalui tahap pelapisan ini yang bertujuan menghilangkan jejak, baik ciri-ciri aslinya atau asal-usul dari uang haram tersebut. Misalnya melakukan transfer dana dari beberapa rekening ke lokasi lainnya atau ke rekening lainnya atau dari suatu negara ke negara lainnya yang dilakukan berkali-kali, memecah-mecah jumlah dananya di bank dengan maksud mengaburkan asal0usulnya, mentransfer dalam bentuk valuta saing, membeli saham, melakukan transaksi deviratif dan lain-lain. dan kebanyakan terjadi bahwa si penyimpan dana tersbut bukan justru si pemilik sebenarnya dan si penyimpan dana tersebut sudah merupakan  lapisan yang jauh, karna sudah diupayakan secara legal tersebut tidak merupakan kredit bank tadi.
3.      Tahap Integration.
Tahap yang paling terahir yaitu tahap penyatuan kembali uang kotor atau uang haram tersebut setelah malalui tahap sebelumnya, yaitu tahap penempatan (placement) dan tahap pelapisan( layering), kemudian uang tersebut dalam berbagai kegiatan-kegiatan legal. dengan cara tersebut maka akan tampak bahwa aktivitas yang dilakukan sekarang tidak berkaitan dengan kegiatan-kegiatan ilegal sebelumnya dan dalam tahap inilah uang haram atau uang kotor tersbut telah di cuci.
3.      Peranan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
Dalam pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang (money laudering), salah satu lembaga yang sangat berperan yaitu  Lembaga Pusat Pelaporan dan Analisis Transasi Keuangan (PPATK). Karna PPATK merupakan badan khusus untuk menangani upaya-upaya ilegal dalam praktik money laudering. hal ini penting mengigat kejahatan money laudering merupakan kejahatan yang tergolong berat, rumit dan berskala trans-institusional, yakni melewati batas-batas istansi atau lembaga, organisasi dan juga melewati batas-batas yurisdiksi negara atau bersifat transnasional dan internasional.
Pada tahun 2001, pemerintah Indonesia dimasukan kedalam salah satu daftar negara yang tidak kooperatif dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang (NNCT) oleh FATF karna Indonesia pada saat itu belum mempunyai suatu aturan hukum yang  khusus mengatur tentang tindak pidana pencucian uang. Pada tahun 2001 pemerintah Indonesia secara yuridis normatif sudah mempunyai undang-undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.[12]
Setahun berselang, pemerintah Indonesia melakukan amandemen terhadap Undang-undang TPPU No. 15 Tahun 2002 tersebut, hal ini disebabkan oleh berbagai macam faktor, baik faktor dari dalam negri berupa kritikan oleh bernbagai macam akademis tentang kekuraangan UU TPPU tersebut, maupun faktor dari luar negri yaitu penilaian FATF yang tetap menempatkan Indonesia kedalam daftar  NCCT sebagai salah satu negara yang kurang kooperatif dalam meneggakkan hukum tindak pidana pencucian uang.
Setelah melakukan amandemen tersebut UU TPPU-pun berubah menjadi Undang_undang No. 25 Tahun 2003. hal inipun tidak serta merta mengeluarkan Indonesia dari NNCT sebagai salah satu negara yang tidak kooperatif, dengan alasan masih diperlukan adanya formal monitoring oleh FATF, serta Indonesia di minta untuk menyampaikan Implemetation plan yang bersifat nasional dalam rangka menegakkan tindak pidana pencucian uang secara berkala kepada FATF. Barulah setalah itu Indonesia dikeluarkan dari NCCT sebagai salah satu negara yang telah mampu melakukan penegakan hukum tindak pidana pencucian uang tepatnya yaitu pada tanggal 17 Februari 2006[13], dengan aturan hukum yang telah memadai yaitu UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian uang. 
Berkaitan dengan hal tersebut Pemerintah Indonesia juga mendirikan sebuah lembaga independen yaitu pada tahun 2003 berdasarkan Keputusan Presiden republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2003 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Meskipun secara yuridis telah ada sejak diundangkannya UU No. 15 Tahun 2002, akan tetapi PPATK mulai melaksanakan fungsinya secara efektif pada bulan Oktober tahun 2003[14].
Didalam undang-undang tindak pidana pencucian uang yaitu pada Pasal 26 di jelaskan secara rinci tentang tugas PPATK sebagai berikut[15]:
1.      Mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, mengevaluasi informasi yang diperoleh PPATK.
2.      Memantau cacatan dalam buku daftar pengecualian yang dibuat oleh Penyedia Jasa Keuangan(PJK).
3.      Membuat pedoman tentang tata cara pelaporan transaksi keuangan mecurigakan.
4.      Memberikan nasehat dan bantuan kepada instansi yang berwenang tentaang infromasi yang diperoleh PPATK sesuai dengan ketentuan  UU ini.
5.      Mengeluarkan pedoman dan publikasi kepada penyedia jasa keuangan tentang kewajiban yang di tentukan dalam UU ini atau dengan peraturan perundang-undangan yang lain, dan membantu dalam mendeteksi prilaku nasabah yang mencurigakan..
6.      Memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya-upaya peencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
7.      Melaporkan hasil analisis transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uanag kepada kepolisisan dan kejaksaan.
8.      Membantu dan memberikan laporan mengenai hasil analisis dan transaksi keuangan dan kegiataan lainnya secara berkala selama enam (6) bulan kepada presiden, DPR dan lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap penyedia jasa keuangan.
Sedangkan dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang dijelaskan bahwa PPATK memiliki wewenang utama dalam berbagai hal yang berhubungan dengan laporan keuangan sebagai berikut[16]:
1.      Meminta dan menerima laporan dari lembaga keuangan
2.      Meminta informasi mengenai perkembangan penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana pencucuian uang yang telah dilaporkan kepada penyidik dan penuntut umum.
3.      Melakukan audit pada lembaga keuangan mengenai kepatuhan kewajiban sesuai yang di tentukan UU TPPU ini dan terhadap pedoman pelaporan mengenai transaksi keuangan.
4.      Memberikan pengecualian pelaporan mengenai transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai sebagai mana di maksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b.


Pada hakikatnya tugas utama PPATK yang terkait dengan fungsinya ada 5, yaitu sebagai berikut[17]:
1.      Melakukan uapaya pencegahan TPPU
2.      Melakukan pengelolan data data dan informasi yang diperoleh PPATK
3.      Melakukan pengawasan terhadap kepatuhan pihak pelapor.
4.      Melakuka anaslisis laporan dan informsi serta menyampaikan hasil analisis transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang atau tindak pidana lainnya kepada penyidik.
5.      Melakukan penyelidikan TPPU dan meneruskan kepada penyidik tindak pidana asal






[1] Sholehuddin, Tindak Pidana Perbankan, Cetakan Pertama, PT Grafindo Persada, Jakarta 1997, hal.7
[2] Siahaan, Pencucian Uang dan kejahatan Perbankan,Cetkan Kedua,Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2005, hal 4
[3] Emmy Yuhassarie, Prosiding, Tindak Pidana Pencucian Uang, Cetakan Pertama, Pusat Pengkajian Hukum, Jarkarta 2005, hal. xiv
[4] Marulak Pardede, Masalah Money Laudering di Indonesia, Pengayoman, Jakarta, 2001, hal 19
[5] TB. Imran, Hukum Pembuktian Pencucian Uang, cetakan pertama, MSQ Publishing, Jakarta, 2005, hal. 40
[6] Priyanto dkk. Rezim Anti Pencucian Uang Indonesia. Pusat Pelaporan dan Analisi Transaksi Keuangan, Jakarta 2007, hal140
[7] Term used o describe investment or ather tranfer of money flowing from racketeeting, drugs transaction, and other illegal sources into legitimate channels so that is original source cannot be traced”
[8] Ivan yustiavandana, Tindak Pidana Pencucian Uang di Pasar Modal, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2010, hal.10
[9] Panthorang Halim, penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Penccucian Uang, Total Media, Jakarta, 2013, hal.  1

[10] Amandemen Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang. (UU No. 26 Th. 2003 Sinar Grafika, hal 3
[11] TB. Imran, Op Cit., hal 41-42
[12] Harmadi, Kejahatan Pencuciaan Uang,  cetakan pertama,  Setara Press, Malang 2001, hal. 107
[13] Ibid_ hal. 109
[14] Siahaan, Op Cit.,hal. 94
[15] Ketentuan yang dimaksud adalah mengenai kewajiban penyedia jasa keuangan menyampaikan laporan kepada PPATK untuk transaksi yang dilakukan secara tunai dalam jumlah kumulatif sebesar Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih atau yang nilainya setara baik dilakukan dalam satu kali transaksi atau lebih dalam satu hari kerja.
[16] Siahaan, Op Cit., Hal. 95
[17] Priyanto dkk,  Op cit., hal 155

Tidak ada komentar:

Posting Komentar