1.
Pengertian
Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
Perbedaan pendapat adalah merupakan
sautu hal yang wajar dalam fenomena kehidupan sosial, karna dari sinilah kita
mendapatkan hikmah yang pada ahirnya tercapai suatu kebenaran, bahkan ada pula
peryataan yang bersifat ideologis yang menyatakan perbedaan pendapat itu
demokratis.[1] Dan masih banyak lagi untaian kata filosofis
yang memberikan penjelasan atau mengisyaratkan bahwa pola pikir manusia memang
berbeda satu dengan yang lainnya.
konsepsi tentang pola pikir manusia yang
sedemikian nampaknya juga berlaku dalam disiplin ilmu hukum dimana tidak jarang
ditemukan adanya perbedaan pendapat mengenai pengertian/definisi suatu hal,
misalnya istilah Pencucian uang (Money
Laudering) yang di kenal sejak tahun 1930[2] di
negara Amerika Serikat. Istilah tersebut erat kaitannya dengan usaha laudry. Dimana pada saat itu kejahatan
ini dilakukan oleh organisasi kejahatan mafia melalui pembelian
perusahaan-perusahaan pencuciaan pakaian (laudry)
yang kemudian di gunakan oleh oraganisasi tersebut sebagai tempat pencucian
uang yang dihasilkan dari kegiatan ilegal atau hasil kejahatan.
Tidak ada yang seragam dan komprehensif
mengenai pengertian pencucian uang atau money
laundering, masing-masing negara memiliki pengertian atau defenisi mengenai
pencucian uang sesuai dengan terminologi kejahatan menurut hukum negara yang
bersangkutan. Indonesia sendiri baru mengenal pencucian uang sejak
dimasukkannya Indonesia untuk pertama kali dalam NNCT (Non-cooperative cauteries and terrories) bersama 14 Negara lainnya
oleh Financial Action Task Force (FATF)[3].
Istilah money laundering dalam bahaasa Indonesia dapat diterjemahkan secara
harfiah sebagai pencucian uang atau sesuai dengan suatu konsep yang dikenal di
Indonesia dengan istilah pemutihan uang[4]
atau pembersihan uang hasil transaksi gelap (legitimazing illegitimate income). Kata money dalam Money laudering
berkonotasi beragam ada yang menyebutnya dirty
money, hot money illegal money atau illicit
money, dalam bahasa Indonesia juga di sebut beragam, ada yang menyebutnya
uang kotor, uang haram, uang panas atau
uang gelap. TB. Imran menyatakan pencucian uang adalah penggunan uang yang
diperoleh dari aktivitas ilegal dengan menutupi indentitas individu yang
memperoleh uang tersebut dan mengubahnya menjadi aset yang terlihat seperti
diperoleh dari sumber yang sah.[5]
Secara umum dapat dikatakan bahwa
aktivitas pencucian uang merupakan suatu perbuatan memindahkan, menggunakan
atau melakukan perbuatan lainnya atas hasil dari suatu tindak pidana yang kerap
dilakukan oleh organisasi kejahatan maupun individu yang melakukan tindak
pidana seperti korupsi, penyuapan, perdangan, narkotika, pembalakan liar dan
sebagainya, hasil kejahatan tersebut selanjutnya disembunyikan, disamarkan atau
dikaburkan asala-usulnya, sehingga kemudian dapat digunakan seoleh-oleh sebagai
uaang dari hasil kegiatan usaha yang sah tanpa terdeteksi bahwa harta kekayaan
tersebut berasal dari kegiatan yang ilegal.[6]
Dalam black”s law dictionary, disebutkan
bahwa istilaah money laudering adalah: “artinya “Istilah untuk menggambarkan
investasi di bidang-bidang ilegal melalui jalur yang sah, sehingga uang
tersebut tidak dapat di ketahui ilaagi asal usulnya”.[7]
Sarah N. Willing mengemukakan pengertian
money laundering sebagai proses yang
dilakukan oleh seseorang menyembunyikan keberadaan, sumber ilegal atau aplikasi
ilegal dari pendapatan atau kemudian menyamarkan pendapatan itu menjadi sah.
Welling juga menekankan bahwa pencucian uang adalah suatu proses mengaburkan
atau menyembunyikan uang-uang ilegal melalui sistem keuangan sehingga ia akan
muncul kembali sebagai uang yang sah.[8]
Lebih lanjut Syaiful Bakri menjelaskan
bahwa pencucian uang merupakan suatu perbuatan memindahkan, menggunakan atau
melakukan perbuatan lainnya atas hasil dari tindak pidana yang kerap dilakukan
oleh criminal organization, maupun
individu yang melakukan tindak pidana korupsi, penyuapan, perdagangan
narkotika, kejahatan kehutanan,
kejahatan lingkungan hidup dan tindak pidana lainnya dengan maksud
menyembunyikan, menyamarkan atau mengaburkan asal-usul yan berasal dari hasil
tindak pidana[9].
Perbuatan menyamarkan, mengaburkan atau menyembunyikan tersebut dilakukan agar
hasil kejahatan (proceeds of crime) yang di peroleh dianggap seolah-olah
sebagai uang yang sah tanpa terdeteksi bahwa harta kekayaan tersebut berasal
dari kegiatan ilegal.
Sedangkan di dalam Pasal 3 angka 1
Undang-undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang
kemudian di sebut dengan Istilah TPPU dapat di simpulkan bahwa TPPU adalah suatu perbuatan menempatkan,
mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan,
menitipkan, membawa keluar negri, menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta
kekayaaan yang di ketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan
maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga
seolah-olah menjadi harta kekayaaan yang sah.[10]
2.
Tahap
Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
Seperti
yang telah dikatakan sebelumnya bahwa kejahatan money laundering merupakan kejahatan
yang begitu kompleks, sehingga tidak mudah untuk membuktikan adanya suatu
pencucian uang. Namun tidak di karenakan kompleksnya kejahatan money laundering
sehingga pakar tidak mampu untuk mengklasifikasikan kejahatan tersebut. Berikut
ini merupakan tahapan kejahatan money laundery[11]:
1. Tahap
Plaacement.
Tahap
ini merupakan tahap pertama dimana para pelaku berusaha menempatkan danaa yang
dihasilkan dari suatu aktivitas kriminal, misalnya dengan mendepositkan uang
kotor atau uang haram tersebut ke dalam sistem keuangan. Sejumlah uang
ditempatkan dalam suatu bank, akan kemudian uang itu masuk ke dalam sistem
keuangan negara yang bersangkutan.
2. Tahap
Layering.
Pada
tahap ini bisa dikatakan tahap pelapisan(layering). Berbagai cara dapat
dilakukan melalui tahap pelapisan ini yang bertujuan menghilangkan jejak, baik
ciri-ciri aslinya atau asal-usul dari uang haram tersebut. Misalnya melakukan
transfer dana dari beberapa rekening ke lokasi lainnya atau ke rekening lainnya
atau dari suatu negara ke negara lainnya yang dilakukan berkali-kali,
memecah-mecah jumlah dananya di bank dengan maksud mengaburkan asal0usulnya,
mentransfer dalam bentuk valuta saing, membeli saham, melakukan transaksi
deviratif dan lain-lain. dan kebanyakan terjadi bahwa si penyimpan dana tersbut
bukan justru si pemilik sebenarnya dan si penyimpan dana tersebut sudah
merupakan lapisan yang jauh, karna sudah
diupayakan secara legal tersebut tidak merupakan kredit bank tadi.
3. Tahap
Integration.
Tahap
yang paling terahir yaitu tahap penyatuan kembali uang kotor atau uang haram
tersebut setelah malalui tahap sebelumnya, yaitu tahap penempatan (placement)
dan tahap pelapisan( layering), kemudian uang tersebut dalam berbagai
kegiatan-kegiatan legal. dengan cara tersebut maka akan tampak bahwa aktivitas
yang dilakukan sekarang tidak berkaitan dengan kegiatan-kegiatan ilegal
sebelumnya dan dalam tahap inilah uang haram atau uang kotor tersbut telah di
cuci.
3.
Peranan
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
Dalam pemberantasan
tindak pidana Pencucian Uang (money
laudering), salah satu lembaga yang sangat berperan yaitu Lembaga Pusat Pelaporan dan Analisis Transasi
Keuangan (PPATK). Karna PPATK merupakan badan khusus untuk menangani
upaya-upaya ilegal dalam praktik money
laudering. hal ini penting mengigat kejahatan money laudering merupakan
kejahatan yang tergolong berat, rumit dan berskala trans-institusional, yakni
melewati batas-batas istansi atau lembaga, organisasi dan juga melewati
batas-batas yurisdiksi negara atau bersifat transnasional dan internasional.
Pada tahun 2001,
pemerintah Indonesia dimasukan kedalam salah satu daftar negara yang tidak
kooperatif dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang (NNCT)
oleh FATF karna Indonesia pada saat itu belum mempunyai suatu aturan hukum
yang khusus mengatur tentang tindak
pidana pencucian uang. Pada tahun 2001 pemerintah Indonesia secara yuridis
normatif sudah mempunyai undang-undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang.[12]
Setahun berselang,
pemerintah Indonesia melakukan amandemen terhadap Undang-undang TPPU No. 15
Tahun 2002 tersebut, hal ini disebabkan oleh berbagai macam faktor, baik faktor
dari dalam negri berupa kritikan oleh bernbagai macam akademis tentang
kekuraangan UU TPPU tersebut, maupun faktor dari luar negri yaitu penilaian
FATF yang tetap menempatkan Indonesia kedalam daftar NCCT sebagai salah satu negara yang kurang
kooperatif dalam meneggakkan hukum tindak pidana pencucian uang.
Setelah melakukan
amandemen tersebut UU TPPU-pun berubah menjadi Undang_undang No. 25 Tahun 2003.
hal inipun tidak serta merta mengeluarkan Indonesia dari NNCT sebagai salah
satu negara yang tidak kooperatif, dengan alasan masih diperlukan adanya formal
monitoring oleh FATF, serta Indonesia di minta untuk menyampaikan Implemetation plan yang bersifat
nasional dalam rangka menegakkan tindak pidana pencucian uang secara berkala
kepada FATF. Barulah setalah itu Indonesia dikeluarkan dari NCCT sebagai salah
satu negara yang telah mampu melakukan penegakan hukum tindak pidana pencucian
uang tepatnya yaitu pada tanggal 17 Februari 2006[13],
dengan aturan hukum yang telah memadai yaitu UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak
Pidana Pencucian uang.
Berkaitan dengan hal
tersebut Pemerintah Indonesia juga mendirikan sebuah lembaga independen yaitu
pada tahun 2003 berdasarkan Keputusan Presiden republik Indonesia Nomor 82
Tahun 2003 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK). Meskipun secara yuridis telah ada sejak
diundangkannya UU No. 15 Tahun 2002, akan tetapi PPATK mulai melaksanakan
fungsinya secara efektif pada bulan Oktober tahun 2003[14].
Didalam undang-undang tindak
pidana pencucian uang yaitu pada Pasal 26 di jelaskan secara rinci tentang
tugas PPATK sebagai berikut[15]:
1. Mengumpulkan,
menyimpan, menganalisis, mengevaluasi informasi yang diperoleh PPATK.
2. Memantau
cacatan dalam buku daftar pengecualian yang dibuat oleh Penyedia Jasa
Keuangan(PJK).
3. Membuat
pedoman tentang tata cara pelaporan transaksi keuangan mecurigakan.
4. Memberikan
nasehat dan bantuan kepada instansi yang berwenang tentaang infromasi yang
diperoleh PPATK sesuai dengan ketentuan
UU ini.
5. Mengeluarkan
pedoman dan publikasi kepada penyedia jasa keuangan tentang kewajiban yang di
tentukan dalam UU ini atau dengan peraturan perundang-undangan yang lain, dan
membantu dalam mendeteksi prilaku nasabah yang mencurigakan..
6. Memberikan
rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya-upaya peencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
7. Melaporkan
hasil analisis transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian
uanag kepada kepolisisan dan kejaksaan.
8. Membantu
dan memberikan laporan mengenai hasil analisis dan transaksi keuangan dan
kegiataan lainnya secara berkala selama enam (6) bulan kepada presiden, DPR dan
lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap penyedia jasa keuangan.
Sedangkan
dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang dijelaskan
bahwa PPATK memiliki wewenang utama dalam berbagai hal yang berhubungan dengan
laporan keuangan sebagai berikut[16]:
1. Meminta
dan menerima laporan dari lembaga keuangan
2. Meminta
informasi mengenai perkembangan penyidikan dan penuntutan terhadap tindak
pidana pencucuian uang yang telah dilaporkan kepada penyidik dan penuntut umum.
3. Melakukan
audit pada lembaga keuangan mengenai kepatuhan kewajiban sesuai yang di
tentukan UU TPPU ini dan terhadap pedoman pelaporan mengenai transaksi keuangan.
4. Memberikan
pengecualian pelaporan mengenai transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai
sebagai mana di maksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b.
Pada
hakikatnya tugas utama PPATK yang terkait dengan fungsinya ada 5, yaitu sebagai
berikut[17]:
1. Melakukan
uapaya pencegahan TPPU
2. Melakukan
pengelolan data data dan informasi yang diperoleh PPATK
3. Melakukan
pengawasan terhadap kepatuhan pihak pelapor.
4. Melakuka
anaslisis laporan dan informsi serta menyampaikan hasil analisis transaksi
keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang atau tindak pidana
lainnya kepada penyidik.
5. Melakukan
penyelidikan TPPU dan meneruskan kepada penyidik tindak pidana asal
[1] Sholehuddin, Tindak Pidana
Perbankan, Cetakan Pertama, PT Grafindo Persada, Jakarta 1997, hal.7
[2] Siahaan, Pencucian Uang dan
kejahatan Perbankan,Cetkan Kedua,Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2005, hal
4
[3] Emmy Yuhassarie, Prosiding,
Tindak Pidana Pencucian Uang, Cetakan Pertama, Pusat Pengkajian Hukum,
Jarkarta 2005, hal. xiv
[4] Marulak Pardede, Masalah Money
Laudering di Indonesia, Pengayoman, Jakarta, 2001, hal 19
[5] TB. Imran, Hukum Pembuktian
Pencucian Uang, cetakan pertama, MSQ Publishing, Jakarta, 2005, hal. 40
[6] Priyanto dkk. Rezim Anti
Pencucian Uang Indonesia. Pusat Pelaporan dan Analisi Transaksi Keuangan,
Jakarta 2007, hal140
[7] Term used
o describe investment or ather tranfer of money flowing from racketeeting,
drugs transaction, and other illegal sources into legitimate channels so that
is original source cannot be traced”
[8] Ivan yustiavandana, Tindak
Pidana Pencucian Uang di Pasar Modal, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2010,
hal.10
[9] Panthorang Halim, penegakan
Hukum Terhadap Kejahatan Penccucian Uang, Total Media, Jakarta, 2013,
hal. 1
[10] Amandemen Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang. (UU No. 26 Th.
2003 Sinar Grafika, hal 3
[11] TB. Imran, Op Cit., hal
41-42
[12] Harmadi, Kejahatan Pencuciaan
Uang, cetakan pertama, Setara Press, Malang 2001, hal. 107
[13] Ibid_ hal. 109
[14] Siahaan, Op Cit.,hal. 94
[15] Ketentuan yang dimaksud adalah
mengenai kewajiban penyedia jasa keuangan menyampaikan laporan kepada PPATK
untuk transaksi yang dilakukan secara tunai dalam jumlah kumulatif sebesar
Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih atau yang nilainya setara
baik dilakukan dalam satu kali transaksi atau lebih dalam satu hari kerja.
[16] Siahaan, Op Cit., Hal. 95
[17] Priyanto dkk, Op cit., hal 155
Tidak ada komentar:
Posting Komentar