Daftar Blog Bacaan

Rabu, 26 Oktober 2016

PENGERTIAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN KESALAHAN

Pengertian Pertanggungjawaban Pidana dan Kesalahan.
Pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana merupakan konsep sentral yang dikenal dengan ajaran kesalahan. Sedangkan menurut hukum pidana Indonesia tidak ada kesalahan tanpa melawan hukum, inilah yang kemudian di formulasikan menjadi teori “Tiada pidana tanpa kesalahan” atau yang disebut Geen starf zonder shuld.
Dalam bahasa latin, ajaran tentang kesalahan dikenal dengan istilah mens rea yaitu suatu perbuatan tidak mengakibatkan seseorang bersalah kecuali jika pikiran orang itu jahat, atau dalam bahasa Inggris an act does make a person guilty, unless the mind is legally blameworthy. Doktrin tersebut dilandaskan pada maxim actus nonfacit reum nisi mens sit rea,[1]
Mens rea merupakan unsur pembuat delik yaitu sikap batin atau keadaan psikis pembuat. Untuk menentukan apakah orang yang melakukan perbuatan pidana akan dijatuhi pidana sesuai dengan pidana yang diancamkan  akan sangat tergantung pada persoalan apakah dalam melakukan tindak pidana tersebut orang tersebut mempunyai kesalahan, oleh karna adanya asas culpabilitas dalam hukum pidana yang secara tegas menyatakan tiada pidana tanpa kesalahan.[2]
Salah satu pakar hukum pidana yang memberikan perngertian tentang pertanggungjawaban pidana adalah Simon. Menurutnya dasar adanya tanggungjawab dalam hukum pidana adalah keadaan psikis tertentu pada orang yang melakukan perbuatan pidana dan adanya hubungan antara keadaan tersebut dengan perbuatan yang diakukan yang sedemikian rupa sehingga orang itu dapat dicela karna melakukan perbuatan tadi.[3]
Selanjutnya Roeslan Saleh yang menyatakan bahwa pertanggungjawaban pidana diartikan sebagai diteruskannya celaan yang objektif  yang ada pada perbuatan pidana dan secara subjektif memenuhi syarat untuk dapat dipidana karna perbuatannya itu.[4] Celaan objektif merupakan perbutan yang dilakukan oleh seseorang yang merupakan perbuatan yang dilarang, indikatornya adalah perbuatan tersebut melawan hukum, baik melawan hukum materil maupun melawan hukum formil. Sedangkan celaan secara subjektif menunjuk kepada orang yang melakukan perbuatan yang dilarang, sekalipun perbuatan yang dilarang dilakukan oleh seseorang, namun jka orang tersebut tidak dapat dicela karna pada dirinya tidak terdapat kesalahan, mak pertanggungjawaban pidana tidak mungkin ada.
Van Hamel tidak memberikan definisi pertanggungjawaban pidana, melainkan memberikan pengertian pertanggungjawaban secara lengkap beliau menyatakan “Pertanggungjawaban adalah suatu keadaan normal psikis dan kemahiran yang membawa tiga macam kemampuan yaitu:1) mampu untuk dapat mengerti makna serta akibat sunggunh-sungguh dari perbuatan sendiri, 2) mampu untuk menginsyafi bahwa perbuatan itu bertentangan dengan ketertiban masyarakat, 3) mampu untuk menentukan kehendak berbuat.[5]  
Sementara itu Moeljatno menyatakan dalam unsur pertanggungjawaban pidana unsur utamanya adalah kesalahan, pengertian itulah yang dinamakan pertanggungjawaban dalam hukum pidana, yang dalam bahasa Belanda  strafrectterijck teorekening atau dalam bahasa ingris di sebut criminal responsibility.[6] Hal tersebut merupakan pengertian tersendiri dan terlepas dari pengrtian perbuatan pidana, kalau dalam perbuatan pidana, yang menjadi pusat adalah perbuatannya sedangkan di dalam pertanggungjawaban pidana yang menjadi pusat adalah orangnya yang melakukan perbuatan.
Sebagaimana telah penulis kemukakan di awal bahwa pertanggungjawaban pidana merupakan konsep sentral yang dikenal dengan ajaran kesalahan, karna pertanggungjawaban seseorang tidak mungkin tercipta jika pada diri orang yang melakukan perbutan pidana tidak terdapat kesalahan. jadi untuk mertanggungkan jawab terhadap seorang, maka orang tersebut harus mempunyai kesalahan.
Istilah kesalahan sendiri berasal dari kata schuld yang sampai sekarang ini belum resmi diakui sebagai istilah ilmiah yang memiliki pengertian pasti, naman sudah sering dipergunakan di dalam penulisan-penulisan. pengertian tetang kesalahan sendiri masih beragam dari segi pandangan para ahli hukum pidana.
Misalnya Jongkers yang melakukan pembagian menjadi tiga pengertian kesalahan, yaitu selain kesengajaan dan kealpaan (opzet of schuld), juga meliputi sifat melawan hukum (de wederrechtelijkeheid) serta kemampuan bertanggungjawab (de teorekenbaarheid). [7]
E. Ph. Sutorious menyatakan dalam ajaran kesalahan, pertama-tama yang harus diperhatikan adalah mengenai perbuatan yang tidak patut, yaitu melakukan sesuatu yang yang harusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang harusnya dilakukan.[8]
Selain pengertian tersebut, didalam buku Sudarto, Hukum dan Perkembangan Masyarakat, setidaknya empat pandangan tentang apa yang dimaksud dengan kesalahan itu antara lain:
1.      Mezger: Kesalahan adalah keseluruhan yang memberi dasar untuk adanya pencelaan pribadi terhadap si pembuat pidana.
2.      Simons: Kesalahan adalah  pengertian yang social ethisch. Sebagai dasar untuk pertangungan jawab dalam hukum pidana, ia berupa keadaan phychisch dari si pembuat dan hubungannya terhadap perbuatannya dan dalam arti bahwa berdasarkan/keadaan (jiwa) itu perbuatannya dicelakan kepada si pembuat.
3.      Van Hammel: kesalahan dalam suatu delik merupakan pengertian psikologis, berhubungan antara keadaan jiwa si pembuat atau terwujudnya unsur-unsur delik karena perbuatannya. Kesalahan adalah pertangungan jawab dalam hukum.
4.      Pompe: Kesalahan adalah segi dalam yaitu yang bertalian dengan kehendak si pembuat. Kesalahan ini dapat dilihat dari dua sudut: Menurut akibatnya ia adalah ia adalah hal yang dapat dicelakan (verwijtebaarheid) dan menurut hakikatnya ia adalah hal dapat dihindarkannya(vermijdbaarheid) embuat yang melawan hukum.[9]
Kemudian Remelink yang memberikan definisi kesalahan secara jelas, dia mengatakan kesalahan merupakan pencelaan yang ditujukan oleh masyarakat yang menerapkan stadar etis yang berlaku pada waktu tertntu terhadap manusia yang melakukan prilaku menyimpang yang sebenarnya dapat dihindari.[10]
Berdasarkan definisi yang di berikan oleh beberaa pakar tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian kesalahan dapat dibagi menjadi dua pengertian. Yang pertama yaitu kesalahan dalam pengertian psikologis, yaitu hubungan batin antara pelaku dan perbuatan yang dilakukannya. Jika perbuatan tersebut di kehendaki oleh pelaku, maka pelaku dapat dikatak melakukn perbuatan dengan sengaja, sedangkan jika pelaku tidak menghendaki perbuatan tersebut, maka pelaku dapat dikatakan melakukan perbuatan karna kealpaan. Kedua yaitu kesalahan dalam pengertian normatif, yaitu perbuatan yang dinilai dari luar dengan menggunakan ukuran-ukuran yang bersifat normatif untuk kemudian menentukan apakah perbuatan tersebut dapat dicelakan kepada pelaku dan apakah perbuatan tersebut dapat dihindari atau tidak oleh pelaku.
Seseorang dapat dikatan mempunyai kesalahan, jika pada waktu dia melakukan tiindak pidana, dilihat dari segi masarakat dapat dicela karenanya, yaitu kenapa melakukan perbuatan yang merugikan masyakat padahal mampu untuk mengetahui makna perbuatan tersebut dan karenannya dapat bahkan harus menghindari perbuatan tersebut.





[1] Erdianto Efendi, , Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Cetakan Pertama, PT Refika Aditama, 2011, hlm 107
[2] A. Fuad Usfa dan Tongat, Pengantar Hukum Pidana, Cetakan Pertama.( Malang:  UMM Press, 2004, hlm 74.
[3] Eddy O.S. Hiariej. Op, Cit., hal 122.
[4] Hanafi Amrani dan Mahrus Ali, Sistem Pertanggungjawaban Pidana, Perkembangan dan Penerapan. ( Jakarta: Rajawali Pers, 2015, hlm 21
[5] Martiman Prodjohamidjojo, Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia 2. ( Jakarta: Cetakan pertama, PT. Pradnya Paramita, 1997, hlm 33.
[6] Erdianto Efendi, Op., Cit., hlm 115
[7] Bambang Poernomo,  Op., Cit., hlm 135
[8] Hanafi Amrani dan Mahrus Ali, Op., Cit,. hlm 24
[9] Erdianto Efendi, Hukum Pidana Indonesia, Op.,Cit., hlm 119-120
[10] Eddy O.S. Hiariej. Op, Cit., hal 123

Tidak ada komentar:

Posting Komentar