Daftar Blog Bacaan

Kamis, 06 April 2017

PENYELIDIKAN, PENYIDIKAN DAN PENUNTUTAN.
A.    Penyelidikan
Penyelidik ialah orang yang melakukan “penyelidikan”. Menurut  KUHAP (Pasal 1 butir 5) “Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidikan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Dari penjelasan di atas, “penyelidikan” merupakan tindakan tahap pertama permulaan “penyidikan”. Akan tetapi harus diingat, penyelidikan bukan tindakan yang berdiri sendiri terpisah dari fungsi penyidikan. Kalau dipinjam kata-kata yang dipergunakan buku petunjuk Pedoman Pelaksanaan KUHAP (Depkeh. Hlm.27), penyelidikan “merupakan salah satu cara atau metode atau sub daripada fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain, yaitu penindakan yang berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, dan penyerahan berkas kepada penuntut umum”. Jadi, sebelum dilakukan tindakan penyidikan, dilakukan dulu penyelidikan oleh pejabat penyelidik, dengan maksud dan tujuan mengumpulkan “bukti permulaan” atau “bukti yang cukup” agar dapat dilakukan tindak lanjut penyidikan.
Yang berwenang melakukan penyelidikan diatur dalam Pasal 1 butir 4 KUHAP : Penyelidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan. Selanjutnya, sesuai dengan Pasal 4, yang berwenang melaksanakan fungsi penyelidikan adalah “setiap pejabat polisi Negara Republik Indonesia”. Tegasnya : penyelidik adalah setiap pejabat Polri. Jaksa atau pejabat lain tidak berwenang melakukan penyelidikan.     
  Pasal 5 KUHAP menegaskan, penyelidik mempunyai kewenangan sebagaimana tersebut di dalam Pasal 4 KUHAP yaitu :
1.      Karena kewajibannya penyelidik mempunyai kewenangan :
a)      Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;
b)      Mencario keterangan dan barang bukti;
c)      Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;
d)     Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
2.      Atas perintah penyidik, penyelidik dapat melakukan tindakan berupa :
a)      Penangkapan larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan;
b)      Pemeriksaan penyitaan surat;
c)      Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
d)     Membawa dan menghadapkan seseorang kepada penyidik.
3.      Penyelidik membuat dan menyampaikan hasil pelaksanaan tindakan sepanjang yang menyangkut tindakan yang disebut pada Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b.
B.     Penyidikan
Penyidikan suatu istilah yang dimaksudkan sejajar dengan pengertian opsporing (Belanda) dan investigation (Inggris) atau penyiasatan atau siasat (Malaysia). KUHAP memberi definisi penyidikan sebagai berikut :
“Serangkaian tindakan penyidikan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.”

Dalam bahasa Belanda ini sama dengan opsporing. Menurut de Pinto menyidi atau (opsporing) berarti “pemeriksaan permulaan oleh pejabat-pejabat yang untuk itu ditunjuk oleh undang-undang segera setelah mereka dengan jalan apapun mendengar kabar yang sekedar beralasan, bahwa ada terjadi sesuatu pelanggaran hukum”.
Pengetahuan dan pengertian penyidikan perlu dinyatakan dengan pasti dan jelas, karena hal itu langsung menyinggung dan membatasi hak-hak asasi manusia. Bagian-bagian hukum acara pidana yang menyangkut penyidikan adalah sebagai berikut :
1.      Ketentuan tentang alat-alat penyidik;
2.      Ketentuan tentang diketahui terjadinya delik;
3.      Pemeriksaan di tempat kejadian;
4.      Pemanggilan tersangka atau terdakwa;
5.      Penahanan sementara;
6.      Penggeledahan;
7.      Pemeriksaan atau interogasi;
8.      Berita acara (penggeledahan, interogasi, dan pemeriksaan di tempat);
9.      Penyitaan;
10.  Penyampingan perkara;
11.  Pelimpaham perkara kepada penuntut umum dan pengembaliannya kepada penyidik untuk disempurnakan.
Dalam pasal 6 KUHAP ditentukan 2 (dua) macam badan yang berwenang melakukan penyidikan, yaitu sebagai berikut :
        a. Pejabat polisi negara Republik Indonesia;
b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.
Dalam ayat (2) ditentukan bahwa syarat kepangkatan pejabat polisi negara Republik Indonesia yang berwenang menyidik akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Kemudian dalam penjelasan itu dikatakan bahwa kepangkatan yang ditentukan dengan peraturan pemerintah itu, diselaraskan dengan kepangkatan penuntut umum dan hakim pengadilan umum.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, selanjutnya penulis singkatkan menjadai PP 1983. Pada pasal 2 telah ditetapkan kepangkatan pejabat polisi menjadi penyidik yaitu sekurang-kurangnya Pembantu Letnan Dua Polisi, sedangkan bagi pegawai negeri sipil yang dibebani wewenang penyidikan ialah yang berpangkat sekurang-kurangnya Pengatur Muda Tingkat I (Golongan IIb) atau yang disamakan dengan itu. Suatu pengecualian, jika di suatu tempat tidak ada pejabat penyidik berpangkat Pembantu Letnan ke atas, maka Komandan Sektor Kepolisian yang berpangkat Letnan ke atas, maka Komandan Sektor Kepolisian yang berpangkat bintara di bawah Pembantu Letnan Dua Polisi karena jabatannya adalah penyidik.
Penyidik pejabat polisi negara tersebut diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Yang dapat melimpahkan wewenang tersebut kepada pejabat polisi lain. Sedangkan penyidik pegawai negeri sipil diangkat oleh Menteri Kehakiman atas usul departemen yang membawakan pegawai tersebut. Wewenang pengangkatan tersebut dapat dilimpahkan pula oleh Menteri Kehakiman. Sebelum pengangkatan, terlebih dahulu Menteri Kehakiman meminta pertimbangan Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia.
Selanjutnya, Pasal 3 PP 1983 menetukan bahwa penyidik pembantu adalah Pejabat Polisi Republik Indonesia yang berpangkat Sersan Dua Polisi dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dalam lingkungan Kepolisian Negara. Kedua macam penyidik pembantu ini diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara atas usul komandan atau pimpinan kesatuan masing-masing. Wewenang pengangkatan ini dapat juga dilimpahkan kepada Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang lain.
Yang pertama-tama akan diuraikan di sini ialah pejabat penyidik polisi negara tersebut, karena inilah yang terpenting dan merupakan penyidik umum. Polisi negara memonopoli penyidikan pidana umum yang tercantum dalam KUHP.
Yang tersebut pada huruf b (penyidik pegawai negeri sipil) hanya penyidik delik-delik yang tersebut dalam perundang-undangan pidana khusus atau perundang-undangan administrasi yang bersanksi pidana (non-penal code offences).
Berdasarkan Pasal 7 KUHAP penyidik mempunyai wewenang yaitu :
1.      Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 (1) huruf a karena kewajibannya mempunyai wewenang :
a.       Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;
b.      Melakukan tindakan pidana pada saat ditemukan kejadian;
c.       Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d.      Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
e.       Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f.       Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
g.      Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
h.      Mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
i.        Mengadakan perhentian penyidikan.
j.        Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
2.      Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 (1) huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya di bawah koordinasi penyidik tersebut dalam Pasal 6 (1) huruf a. (Waluyadi;1999:42-46)
C.    Penuntutan
Penuntutan adalah perbuatan melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.
Menurut Pasal 14 butir b KUHAP menyatakan, Prapenuntutan dilakukan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan (4) KUHAP dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik.
Penuntut Umum dan Penuntutan dalam UU No 8 Tahun 1981 yaitu :
a. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai Penuntut Umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
b. Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
Jadi, kesimpulan bahwa pengertian Jaksa adalah menyangkut jabatan, sedangkan Penuntut Umum menyangkut fungsi.
Hal Penuntut Umum diatur di bagian ketiga Bab IV KUHAP. Wewenang Penuntut Umum dalam bagian ini hanya diatur dalam dalam 2 buah pasal, yaitu Pasal 14 dan Pasal 15. Dalam Pasal 14 diperinci wewenang tersebut sebagai berikut :
1.      Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu;
2.      Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4), dengan memberi petunjuk dalam penyempurnaan penyidikan dan penyidik;
3.      Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan, atau penahanan lanjutan, dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;
4.      Membuat surat dakwaan;
5.      Melimpahkan perkara ke pengadilan;
6.      Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan;
7.      Melakukan penuntutan;
8.      Menutup perkara demi kepentingan hukum;
9.      Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai Penuntut Umum menurut ketentuan undang-undang ini;
10.   Melaksanakan penetapan hakim.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar