Daftar Blog Bacaan

Kamis, 06 April 2017

BENTUK PUTUSAN
A.    Putusan Awal (Sela)
Putusan awal atau putusan sela adalah putusan yang berdasarkan alasan formil, bukan berdasarkan peristiwa pidana yang dilakukan terdakwa.( M. Yahya Harahap, 1993: 487)
Putusan jenis ini mengacu pada ketentuan Pasal 156 ayat (1) KUHAP yakni :
Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan.

Menurut M. Dahlan Saleh (1981: 50), Putusan sela dapat diartikan dari dua segi yaitu,
a.  Dari segi waktu, suatu putusan yang dijatuhkan sebelum dijatuhkan putusan akhir.
b.  Dari segi fungsi serta tujuannya, yaitu suatu putusan yang dijatuhkan hakim untuk mempersiapkan dan memperlancar perkara pidana.

 Adapun bentuk putusan awal  dapat berupa :
1)   Pengadilan Negeri tidak berwenang.
Apabila Pengadilan Negeri berpendapat tidak berwenang mengadili perkara yang dilimpahkan penuntut umum kepadanya, Pasal 148 KUHAP telah memberi pedoman kepada Pengadilan Negeri untuk menyerahkan surat pelimpahan perkara tersebut kepada Pengadilan Negeri yang dianggapnya berwenang mengadilinya dengan surat penetapan yang disertai alasan. Jika,  Jaksa Penuntut Umum keberatan terhadap penetapan ketua Pengadilan Negeri tersebut, Jaksa Penuntut Umum dapat mengajukan perlawanan ke Pengadilan Tinggi.                   (Osman Simanjuntak, 1995: 126)
2)   Dakwaan tidak dapat diterima.
Dakwaan tidak dapat diterima (niet onvanklijk verklaard) karena kewenangan Jaksa Penuntut Umum telah gugur serta tidak terpenuhinya syarat formil dari surat dakwaan.(Joko Prakoso, 1987: 214).
3)   Surat Dakwaan batal.
Putusan pengadilan yang berupa pernyataan dakwaan Penuntut Umum batal atau batal demi hukum didasarkan pada Pasal 143 ayat (3) KUHAP yakni :
surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b ( uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan) batal demi hukum.
 B. Putusan Akhir
Putusan akhir adalah putusan yang menyangkut pokok/ materi perkara yang bersifat mengakhiri pemeriksaan perkara.
Putusan akhir yang dijatuhkan mengenai suatu perkara dapat berbentuk sebagai berikut :
1)      Putusan Bebas (vrijspraak)
Putusan bebas berarti dakwaan tidak terbukti karena salah satu atau semua unsur delik yang didakwakan tidak terpenuhi. Sehingga terdakwa dijatuhi putusan bebas atau dinyatakan bebas dari tuntutan hukum (vrijspraak). (M. Yahya Harahap, 2002: 326 ).
Menurut Pasal 191 ayat (1) KUHAP, putusan bebas dijatuhkan jika :
Pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus  bebas.
Dapat pula dibandingkan dengan rumusan Van Bemelen ( A. Hamzah, 2006: 204) mengenai putusan bebas, yaitu:
Putusan bebas dijatuhkan jika hakim memperoleh keyakinan mengenai kebenaran atau ia yakin bahwa apa didakwakan tidak atau setidak-tidaknya bukan terdakwa yang melakukannya.




2)      Putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum (onslag van alle recht vervolging )
Putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum dijatuhkan :
Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak mungkin merupakan suatu tindak pidana maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.      ( Pasal 191 ayat (2) KUHAP)

Menurut A. Hamzah (2006: 264), kalau perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa bukan tindak pidana, seharusnya maka dari permulaan hakim tidak menerima tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
3)      Putusan Pemidanaan ( verordering )
Tentang kapan putusan pemidanaan dijatuhkan, dapat dilihat pada Pasal  193 ayat (1) KUHAP yakni : “jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana.”
Dapat dibandingkan dengan perumusan Van Bemellen (A.Hamzah, 2006: 263) mengenai putusan pemidanaan, yaitu:
Putusan pemidanaan dijatuhkan hakim jika ia telah mendapat keyakinan bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang didakwakan dan ia mengangap bahwa perbuatan dan terdakwa dapat dipidana.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar