Daftar Blog Bacaan

Kamis, 06 April 2017

      PEMERIKSAAN PERSIDANGAN.
Penentuan hari sidang dilakukan oleh hakim yang ditunjuk oleh ketua pengadilan untuk menyidangkan perkara (Pasal 152 ayat (1) KUHAP). Dalam hal ini, Hakim tersebut memerintahkan kepada Penuntut Umum supaya memanggil terdakwa dan saksi untuk datang di sidang pengadilan (Pasal 152 ayat (2) KUHAP).
KUHAP mengatur dalam Pasal 145, syarat-syarat tentang sahnya suatu pemanggilan kepada terdakwa sebagai berikut :
1.      Surat panggilan kepada terdakwa disampaikan di alamat tempat tinggalnya atau apabila tempat tinggalnya tidak diketahui, maka disampaikan ke tempat kediaman terakhir (ayat (1));
2.      Apabila terdakwa tidak ada di tempat tinggalnay atau di tempat kediaman terakhir, maka surat panggilan disampaikan melalui kepala desa yang berdaerah hukum tempat tinggal terdakwa atau tempat kediaman terakhir (ayat (2));
3.      Dalam hal terdakwa ada dalam tahanan surat panggilan disampaikan kepadanya melalui pejabat rumah tahanan negara (ayat (3));
4.      Penerimaan surat panggilan terdakwa sendiri ataupun oleh orang lain atau melalui orang lain, dilakukan dengan tanda penerimaan (ayat (4));
5.      Apabila tempat tinggal maupun tempat kediaman terakhir tidak dikenal, maka surat panggilan ditempelkan pada tempat pengumuman di gedung pengadilan yang berwenang mengadili perkaranya (ayat (5)).
Menurut ketentuan Pasal 152 ayat (2) KUHAP tersebut di muka, Penuntut Umum yang menyampaikan surat panggilan kepada terdakwa Pasal 146 ayat (1) menentukan bentuk surat panggilan yang harus memuat tanggal, hari, serta, jam sidang, dan untuk perkara apa ia dipanggil, yang harus sudah diterima oleh yang bersangkutan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sebelum sidang dimulai. Begitu pula bagi pemanggilan saksi berlaku hal yang sama (Pasal 146 ayat (2)).  
Untuk membedakan acara pemeriksaan perkara di persidangan di pengadilan negeri dapat dilihat dari jenis tidak pidana, yaitu :
1.      Perkara yang diajukan ke sidang pengadilan pembuktiannya sulit atau mudah;
2.      Berat ringannya ancaman pidana atas tindak pidana tersebut;
3.      Jenis perkara yang akan diajukan ke muka sidang pengadilan.
Maksud dari perkara yang pembuktiannya sulit oleh jaksa penuntut umum adalah apabila alat bukti yang akan diajukan dimuka sidang pengadilan masih diragukan karena alat bukti tersebut kurang mempunyai kekuatan pembuktian yang dapat menentukan bahwa terdakwa bersalah, maka berkas perkara diajukan dengan acara pemeriksaan biasa.
 Sedangkan yang dimaksud mudah pembuktiannya, yaitu apabila terdakwa memang mengakui telah melakukan tindak pidana, terdapat bukti-bukti serta petunjuk yaitu keterangan saksi-saksi, maka jaksa penuntut  umum menggunakan acara pemeriksaan singkat.
Atas perbedaan kategori dari tiap perkara yang akan diajukan ke sidang pengadilan di atas, maka acara pemeriksaan perkara pidana dapat dibagi atas tiga (3), yaitu :
1.      Acara pemeriksaan biasa;
2.      Acara pemeriksaan singkat;
3.      Acara pemeriksaan cepat, yang terdiri atas acara pemeriksaan perkara tindak pidana ringan dan acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas.

1.      Acara Pemeriksaan Biasa.
Ditinjau dari segi pengaturan dan kepentingan, acara pemeriksaan biasa yang paling utama dan paling luas pengaturannya. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa dalam acara pemeriksaan biasa inilah dilakukan pemeriksaan perkara-perkara tindak pidana kejahatan berat, sehingga fokus pengaturan acara pemeriksaan pada umumnya terletak pada ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal acara pemeriksaan biasa.
Acara pemeriksaan biasa, sebenarnya berlaku dalam acara pemeriksaan singkat dan cepat, kecuali dalam hal-hal yang ditentukan secara tegas dinyatakan lain.
Sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, ketentuan yang terdapat dalam bab XVI adalah bagian ketiga yang mengatur pemeriksaan perkara di sidang pengadilan dengan acara pemeriksaan biasa. Dalam acara pemeriksaan biasa, proses sidang dilaksanakan dengan tata cara pemeriksaan sebagaimana yang ditentukan undang-undang. Dimulai dari pemeriksaan terdakwa seperti : hakim memeriksa identitas terdakwa oleh hakim yang telah ditunjuk oleh ketua pengadilan pada hari sidang yang telah ditetapkan beserta pemanggilan saksi untuk diminta keterangannya.
Setelah itu, hakim meminta kepada penuntut umum untuk membacakan surat dakwaan dengan menanyakan kepada terdakwa apakah sudah benar-benar mengerti atau tidak.
Surat dakwaan yang tidak dimengerti oleh terdakwa, harus dijelaskan oleh penuntut umum, untuk memberi kesempatan kepada terdakwa dan penasehat hukumnya mempelajari dan mengajukan keberatan atau eksepsi. Menurut  pasal 156 ayat (1) ada tiga jenis keberatan yaitu :
1. Keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang  mengadili perkara karena pengadilan memiliki kompetensi relatif serta kompetensi absolut.
2. Keberatan bahwa surat dakwaan tidak dapat diterima, karena alasan surat dakwaan tersebut tidak dapat diterima yang diedarkan bahwa kewenangan menuntut  dari penuntut umum sudah hapus dan tindak pidana tersebut diajukan ke pengadilan negeri untuk disidangkan.
3. Keberatan bahwa surat dakwaan harus dibatalkan, karena tidak memenuhi syarat formil dan materil. Apabila syarat formil tidak terpenuhi maka dakwaan tersebut  dapat dibatalkan oleh hakim karena mengakibatkan eror in persona. Sedangkan surat dakwaan yang tidak memenuhi syarat meteril dinyatakan batal demi hukum.
Atas semua keberatan yang diajukan terdakwa dan penasehat hukumnya penuntut umum dapat mengajukan perlawanan dengan memberi alasan bahwa surat dakwaan yang dibuat adalah benar dan sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Apabila hakim berpendapat bahwa keberatan tersebut dapat diputuskan setelah selesai pemeriksaan, maka sidang dilanjutkan dengan proses pembuktian.
Pasal 184 KUHAP mengatur tentang alat bukti yang sah digunakan dalam proses pembuktian di persidangan yaitu :
1. Keterangan saksi;
2. Keterangan ahli;
3. Surat;
4. Petunjuk;
5. Keterangan terdakwa.
Penggunaan alat bukti adalah faktor yang menentukan dalam penuntutan, tanpa alat bukti penuntut umum tidak akan dapat menyatakan terdakwa telah melakukan tindak pidana.
Menurut pasal 159 kuhap, kewajiban hakim berikutnya adalah meneliti apakah semua saksi yang dipanggil telah hadir, dan memberi perintah untuk mencegah jangan sampai saksi berhubungan satu dengan yang lainnya sebelum memberi keterangan di persidangan.
Selanjutnya hakim menanyakan identitas saksi serta apakah saksi mengenal terdakwa dan ada hubungan keluarga dengannya. Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya masing-masing, namun tidak tertutup kemungkinan sumpah atau janji setelah memberi keterangan.
Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat meminta keterangan ahli dapat pula diajukan meminta diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
Jika pemeriksaan di sidang pengadilan dinyatakan telah selesai oleh hakim pengadilan karena pembuktian yang diajukan oleh penuntut umum, terdakwa atau penasehat  hukumnya di muka pengadilan telah selesai dan hakim ketua telah memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana telah benar-benar terjadi dan terdakwa yang terbukti bersalah, maka penuntut umum mengajukan tuntutan pidana.
Sesudah itu terdakwa atau penasehat hukum mengajukan pembelaan yang dapat dijawab oleh penuntut umum dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasehat hukum selalu mendapat giliran terakhir. Semua dilakukan secara tertulis dan setelah dibacakan diserahkan kepada hakim ketua sidang dan turunannya kepada pihak yang berkepentingan (Pasal 182 ayat (1) KUHAP). Hal ini dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Pembacaan tuntutan pidana (requisitoir).
b. Pengajuan atau pembacaan nota pembelaan (pledooi).
c. Pengajuan atau pembacaan tanggapan (replik dan duplik).
Sesudah itu, hakim ketua sidang menyatakan bahwa pemeriksaan dinyatakan ditutup, dengan ketentuan dapat dibuka sekali lagi, baik atas kewenangan hakim karena jabatannya maupun atas pemintaan penuntut umum atau terdakwa atau penasehat hukum dengan memberikan alasan (Pasal 182 ayat (2) KUHAP).
Hakim kemudian mengadakan musyawarah terakhir untuk mengambil keputusan dan apabila perlu musyawarah diadakan setelah terdakwa, saksi, penasehat hukum, penuntut umum serta hadirin meninggalkan ruangan sidang. Musyawarah tersebut dengan mempertimbangkan surat dakwaan, segala sesuatu yang terbukti di persidangan, tuntutan pidana pembelaan dan tanggapan.
Apabila berdasarkan hasil musyawarah majelis hakim sebagaimana diatur dalam Pasal 182 ayat (6) KUHAP, pengadilan negeri berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan sidang kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan maka terdakwa diputus bebas (Pasal 191 KUHAP). Kalau pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan tersebut bukan tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum (Pasal 191 ayat (2) KUHAP).
Dalam hal majelis hakim berpendapat  bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana.

2.      Acara Pemeriksaan Singkat.
Pasal 203 ayat (1) KUHAP bahwa :
“Yang diperiksa menurut  acara pemeriksaan singkat ialah perkara kejahatan atau pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan Pasal 205 dan yang menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana.”

Pasal 205 KUHAP mengatur acara pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara yang ancaman hukumannya pidana penjara atau kurungan paling lama 3 bulan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah rupiah dan penghinaan ringan.
Jadi, patokan yang digunakan adalah perkara yang ancaman hukumannya di atas tiga (3) bulan penjara atau kurungan serta dendanya lebih tujuh ribu lima ratus rupiah, sedang patokan ancaman hukuman maksudnya tidak ditentukan dalam KUHAP.
Biasanya dalam praktek peradilan, hukuman pidana yang dijatuhkan pada terdakwa dalam perkara singkat tidak melampaui tiga (3) tahun penjara. Kalau penuntut umum menilai dan berpendapat pidana yang dijatuhkan pengadilan tidak melampaui tiga (3) tahun penjara dapat menggolongkan perkara itu dalam perkara singkat (M.Yahya Harahap, 2000: 375).
Tata cara pemeriksaan singkat sebagai berikut :
a.       Penuntut umum menghadapkan terdakwa, saksi, ahli, juru bahasa dan barang bukti;
b.      Waktu, tempat dan keadaan melakukan tindak pidana diberitahukan secara lisan, dicatat dalam berita acara sebagai pengganti surat dakwaan;
c.       Dapat diadakan pemeriksaan tambahan paling lama 14 hari dan bilamana dalam waktu tersebut penuntut umum dapat menyelesaikan pemeriksaan tambahan, maka hakim memerintahkan perkara itu diajukan ke sidang pengadilan dengan acara biasa;
d.      Terdakwa atau penasehat hukum dapat meminta untuk penundaan sidang paling lama 7 hari guna kepentingan pemeriksaan;
Putusan tidak dibuat secara khusus, tetapi dicatat dalam berita acara sidang, hakim memberikan surat yang memuat amar putusan tersebut  serta isi surat tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan putusan pengadilan dalam acara biasa.
3.      Acara pemeriksaan Cepat.
Acara pemeriksaan cepat terbagi atas 2 yaitu acara pemeriksaan tindak pidana ringan dan acara pemeriksaan lalu lintas jalan.
a) Acara pemeriksaan tindak pidana ringan
Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan adalah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga (3) bulan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan kecuali Pasal 364 KUHP tentang pencurian ringan, Pasal 374 KUHP tentang penggelapan ringan dan Pasal 379 KUHP tentang penipuan ringan (Pasal 205 ayat 1 KUHAP).
Tata cara pemeriksaan tindak pidana ringan adalah :
1.       Yang menghadapkan terdakwa dalam sidang adalah polisi, bukan jaksa penunutut umum;
2.       Mengadili dengan hakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir, kecuali dalam hal dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan, terdakwa dapat diminta banding;
3.       Pemeriksaan pada hari tertentu dalam tujuh (7) hari;
4.       Saksi tidak mengucapkan sumpah atau janji kecuali jika perlu;
5.       Putusan dicatat oleh hakim dalam daftar catatan perkara selanjutnya oleh panitera dicatat dalam buku register serta ditandatangani oleh hakim yang bersangkutan dari panitera.
b) Acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan
Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan ialah perkara pelanggaran tertentu peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan dalam Pasal 211 KUHAP di atas dirinci sebagai berikut :
1.      Mempergunakan jalan dengan cara yang dapat merintangi, membahayakan ketertiban atau, keamanan lalu lintas atau yang mungkin menimbulkan kerusakan pada jalan;
2.      Mengemudikan kendaraan bermotor dan tidak dapat memperlihatkan Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), Surat Tanda Uji Kendaraan yang sah atau tanda bukti lainnya yang diwajibkan menurut ketentuan perundang-undangan lalu lintas jalan atau ia dapat memperlihatkannya tapi masa berlakunya sudah daluwarsa;
3.      Memperkenankan atau membiarkan kendaraan bermotor oleh orang yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM);
4.      Tidak memenuhi peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan tentang penomoran, penerangan, peralatan, perlengkapan, pemuatan kendaraan dan syarat penggandengan dengan kendaraan lain;
5.      Membiarkan kendaraan bermotor yang ada di jalan tanpa dilengkapi plat tanda nomor kendaraan yang sah, sesuai dengan tanda nomor kendaraan yang bersangkutan;
6.      Pelanggaran terhadap perintah yang telah diberikan oleh petugas pengatur lalu lintas jalan dan atau isyarat alat pengatur lalu lintas jalan, rambu-rambu atau tanda yang ada di permukaan jalan;
7.      Pelanggaran terhadap ketentuan tentang ukuran dan muatan yang diizinkan, cara menaikkan dan  menurunkan penumpang dan atau cara memuat dan membongkar jalan;
8.      Pelanggaran terhadap izin trayek, jenis kendaraan yang diperbolehkan beroperasi di jalan yang ditentukan.
Tata cara pemeriksaan pelanggaran lalu lintas jalan tidak diperlukan berita acara pemeriksaan dan terdakwa dapat menunjuk seseorang dengan surat untuk mewakilinya di sidang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar