PEMERIKSAAN PERSIDANGAN.
Penentuan hari sidang dilakukan oleh
hakim yang ditunjuk oleh ketua pengadilan untuk menyidangkan perkara (Pasal 152
ayat (1) KUHAP). Dalam hal ini, Hakim tersebut memerintahkan kepada Penuntut
Umum supaya memanggil terdakwa dan saksi untuk datang di sidang pengadilan
(Pasal 152 ayat (2) KUHAP).
KUHAP mengatur dalam Pasal 145, syarat-syarat tentang
sahnya suatu pemanggilan kepada terdakwa sebagai berikut :
1.
Surat panggilan kepada terdakwa disampaikan di alamat
tempat tinggalnya atau apabila tempat tinggalnya tidak diketahui, maka disampaikan
ke tempat kediaman terakhir (ayat (1));
2.
Apabila terdakwa tidak ada di tempat tinggalnay atau di
tempat kediaman terakhir, maka surat panggilan disampaikan melalui kepala desa
yang berdaerah hukum tempat tinggal terdakwa atau tempat kediaman terakhir
(ayat (2));
3.
Dalam hal terdakwa ada dalam tahanan surat panggilan
disampaikan kepadanya melalui pejabat rumah tahanan negara (ayat (3));
4.
Penerimaan surat panggilan terdakwa sendiri ataupun
oleh orang lain atau melalui orang lain, dilakukan dengan tanda penerimaan
(ayat (4));
5.
Apabila tempat tinggal maupun tempat kediaman terakhir
tidak dikenal, maka surat panggilan ditempelkan pada tempat pengumuman di
gedung pengadilan yang berwenang mengadili perkaranya (ayat (5)).
Menurut ketentuan Pasal 152 ayat (2) KUHAP tersebut di
muka, Penuntut Umum yang menyampaikan surat panggilan kepada terdakwa Pasal 146
ayat (1) menentukan bentuk surat panggilan yang harus memuat tanggal, hari,
serta, jam sidang, dan untuk perkara apa ia dipanggil, yang harus sudah
diterima oleh yang bersangkutan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sebelum sidang
dimulai. Begitu pula bagi pemanggilan saksi berlaku hal yang sama (Pasal 146
ayat (2)).
Untuk membedakan acara pemeriksaan perkara di
persidangan di pengadilan negeri dapat dilihat dari jenis tidak pidana, yaitu :
1. Perkara
yang diajukan ke sidang pengadilan pembuktiannya sulit atau mudah;
2. Berat
ringannya ancaman pidana atas tindak pidana tersebut;
3. Jenis
perkara yang akan diajukan ke muka sidang pengadilan.
Maksud dari perkara yang pembuktiannya sulit oleh
jaksa penuntut umum adalah apabila alat bukti yang akan diajukan dimuka sidang
pengadilan masih diragukan karena alat bukti tersebut kurang mempunyai kekuatan
pembuktian yang dapat menentukan bahwa terdakwa bersalah, maka berkas perkara
diajukan dengan acara pemeriksaan biasa.
Sedangkan yang
dimaksud mudah pembuktiannya, yaitu apabila terdakwa memang mengakui telah
melakukan tindak pidana, terdapat bukti-bukti serta petunjuk yaitu keterangan
saksi-saksi, maka jaksa penuntut umum
menggunakan acara pemeriksaan singkat.
Atas perbedaan kategori dari tiap perkara yang akan
diajukan ke sidang pengadilan di atas, maka acara pemeriksaan perkara pidana
dapat dibagi atas tiga (3), yaitu :
1. Acara
pemeriksaan biasa;
2. Acara
pemeriksaan singkat;
3. Acara
pemeriksaan cepat, yang terdiri atas acara pemeriksaan perkara tindak pidana
ringan dan acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas.
1.
Acara
Pemeriksaan Biasa.
Ditinjau
dari segi pengaturan dan kepentingan, acara pemeriksaan biasa yang paling utama
dan paling luas pengaturannya. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa dalam
acara pemeriksaan biasa inilah dilakukan pemeriksaan perkara-perkara tindak
pidana kejahatan berat, sehingga fokus pengaturan acara pemeriksaan pada
umumnya terletak pada ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal acara
pemeriksaan biasa.
Acara
pemeriksaan biasa, sebenarnya berlaku dalam acara pemeriksaan singkat dan
cepat, kecuali dalam hal-hal yang ditentukan secara tegas dinyatakan lain.
Sebagaimana
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, ketentuan
yang terdapat dalam bab XVI adalah bagian ketiga yang mengatur pemeriksaan
perkara di sidang pengadilan dengan acara pemeriksaan biasa. Dalam acara
pemeriksaan biasa, proses sidang dilaksanakan dengan tata cara pemeriksaan
sebagaimana yang ditentukan undang-undang. Dimulai dari pemeriksaan terdakwa
seperti : hakim memeriksa identitas terdakwa oleh hakim yang telah ditunjuk
oleh ketua pengadilan pada hari sidang yang telah ditetapkan beserta
pemanggilan saksi untuk diminta keterangannya.
Setelah
itu, hakim meminta kepada penuntut umum untuk membacakan surat dakwaan dengan
menanyakan kepada terdakwa apakah sudah benar-benar mengerti atau tidak.
Surat
dakwaan yang tidak dimengerti oleh terdakwa, harus dijelaskan oleh penuntut
umum, untuk memberi kesempatan kepada terdakwa dan penasehat hukumnya
mempelajari dan mengajukan keberatan atau eksepsi. Menurut pasal 156 ayat (1) ada tiga jenis keberatan
yaitu :
1.
Keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang
mengadili perkara karena pengadilan memiliki kompetensi relatif serta
kompetensi absolut.
2.
Keberatan bahwa surat dakwaan tidak dapat diterima, karena alasan surat dakwaan
tersebut tidak dapat diterima yang diedarkan bahwa kewenangan menuntut dari penuntut umum sudah hapus dan tindak
pidana tersebut diajukan ke pengadilan negeri untuk disidangkan.
3.
Keberatan bahwa surat dakwaan harus dibatalkan, karena tidak memenuhi syarat
formil dan materil. Apabila syarat formil tidak terpenuhi maka dakwaan
tersebut dapat dibatalkan oleh hakim
karena mengakibatkan eror in persona.
Sedangkan surat dakwaan yang tidak memenuhi syarat meteril dinyatakan batal
demi hukum.
Atas
semua keberatan yang diajukan terdakwa dan penasehat hukumnya penuntut umum
dapat mengajukan perlawanan dengan memberi alasan bahwa surat dakwaan yang
dibuat adalah benar dan sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Apabila
hakim berpendapat bahwa keberatan tersebut dapat diputuskan setelah selesai
pemeriksaan, maka sidang dilanjutkan dengan proses pembuktian.
Pasal
184 KUHAP mengatur tentang alat bukti yang sah digunakan dalam proses
pembuktian di persidangan yaitu :
1. Keterangan saksi;
2. Keterangan ahli;
3. Surat;
4. Petunjuk;
5. Keterangan terdakwa.
Penggunaan alat bukti adalah faktor yang menentukan
dalam penuntutan, tanpa alat bukti penuntut umum tidak akan dapat menyatakan
terdakwa telah melakukan tindak pidana.
Menurut pasal 159 kuhap, kewajiban hakim berikutnya
adalah meneliti apakah semua saksi yang dipanggil telah hadir, dan memberi
perintah untuk mencegah jangan sampai saksi berhubungan satu dengan yang
lainnya sebelum memberi keterangan di persidangan.
Selanjutnya hakim menanyakan identitas saksi serta
apakah saksi mengenal terdakwa dan ada hubungan keluarga dengannya. Sebelum
memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya
masing-masing, namun tidak tertutup kemungkinan sumpah atau janji setelah
memberi keterangan.
Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan persoalan yang
timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat meminta keterangan ahli
dapat pula diajukan meminta diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
Jika pemeriksaan di sidang pengadilan dinyatakan telah
selesai oleh hakim pengadilan karena pembuktian yang diajukan oleh penuntut
umum, terdakwa atau penasehat hukumnya
di muka pengadilan telah selesai dan hakim ketua telah memperoleh keyakinan
bahwa tindak pidana telah benar-benar terjadi dan terdakwa yang terbukti
bersalah, maka penuntut umum mengajukan tuntutan pidana.
Sesudah itu terdakwa atau penasehat hukum mengajukan
pembelaan yang dapat dijawab oleh penuntut umum dengan ketentuan bahwa terdakwa
atau penasehat hukum selalu mendapat giliran terakhir. Semua dilakukan secara
tertulis dan setelah dibacakan diserahkan kepada hakim ketua sidang dan turunannya
kepada pihak yang berkepentingan (Pasal 182 ayat (1) KUHAP). Hal ini dapat
dijabarkan sebagai berikut :
a. Pembacaan tuntutan
pidana (requisitoir).
b. Pengajuan atau
pembacaan nota pembelaan (pledooi).
c. Pengajuan atau
pembacaan tanggapan (replik dan duplik).
Sesudah itu, hakim ketua sidang menyatakan bahwa
pemeriksaan dinyatakan ditutup, dengan ketentuan dapat dibuka sekali lagi, baik
atas kewenangan hakim karena jabatannya maupun atas pemintaan penuntut umum
atau terdakwa atau penasehat hukum dengan memberikan alasan (Pasal 182 ayat (2)
KUHAP).
Hakim kemudian mengadakan musyawarah terakhir untuk
mengambil keputusan dan apabila perlu musyawarah diadakan setelah terdakwa,
saksi, penasehat hukum, penuntut umum serta hadirin meninggalkan ruangan
sidang. Musyawarah tersebut dengan mempertimbangkan surat dakwaan, segala
sesuatu yang terbukti di persidangan, tuntutan pidana pembelaan dan tanggapan.
Apabila berdasarkan hasil musyawarah majelis hakim
sebagaimana diatur dalam Pasal 182 ayat (6) KUHAP, pengadilan negeri
berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan sidang kesalahan terdakwa atas
perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan
maka terdakwa diputus bebas (Pasal 191 KUHAP). Kalau pengadilan berpendapat
bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan
tersebut bukan tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan
hukum (Pasal 191 ayat (2) KUHAP).
Dalam hal majelis hakim berpendapat bahwa terdakwa terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka
pengadilan menjatuhkan pidana.
2.
Acara Pemeriksaan Singkat.
Pasal 203 ayat (1) KUHAP bahwa :
“Yang diperiksa menurut acara
pemeriksaan singkat ialah perkara kejahatan atau pelanggaran yang tidak
termasuk ketentuan Pasal 205 dan yang menurut penuntut umum pembuktian serta
penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana.”
Pasal 205 KUHAP mengatur acara pemeriksaan tindak
pidana ringan ialah perkara yang ancaman hukumannya pidana penjara atau kurungan
paling lama 3 bulan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah
rupiah dan penghinaan ringan.
Jadi, patokan yang digunakan adalah perkara yang
ancaman hukumannya di atas tiga (3) bulan penjara atau kurungan serta dendanya
lebih tujuh ribu lima ratus rupiah, sedang patokan ancaman hukuman maksudnya
tidak ditentukan dalam KUHAP.
Biasanya dalam praktek peradilan, hukuman pidana yang
dijatuhkan pada terdakwa dalam perkara singkat tidak melampaui tiga (3) tahun
penjara. Kalau penuntut umum menilai dan berpendapat pidana yang dijatuhkan
pengadilan tidak melampaui tiga (3) tahun penjara dapat menggolongkan perkara
itu dalam perkara singkat (M.Yahya
Harahap, 2000: 375).
Tata cara pemeriksaan singkat sebagai berikut :
a. Penuntut
umum menghadapkan terdakwa, saksi, ahli, juru bahasa dan barang bukti;
b. Waktu,
tempat dan keadaan melakukan tindak pidana diberitahukan secara lisan, dicatat
dalam berita acara sebagai pengganti surat dakwaan;
c. Dapat
diadakan pemeriksaan tambahan paling lama 14 hari dan bilamana dalam waktu
tersebut penuntut umum dapat menyelesaikan pemeriksaan tambahan, maka hakim
memerintahkan perkara itu diajukan ke sidang pengadilan dengan acara biasa;
d. Terdakwa
atau penasehat hukum dapat meminta untuk penundaan sidang paling lama 7 hari guna
kepentingan pemeriksaan;
Putusan tidak dibuat
secara khusus, tetapi dicatat dalam berita acara sidang, hakim memberikan surat
yang memuat amar putusan tersebut serta
isi surat tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan putusan pengadilan
dalam acara biasa.
3.
Acara pemeriksaan Cepat.
Acara
pemeriksaan cepat terbagi atas 2 yaitu acara pemeriksaan tindak pidana ringan
dan acara pemeriksaan lalu lintas jalan.
a) Acara pemeriksaan
tindak pidana ringan
Yang
diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan adalah perkara yang
diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga (3) bulan atau
denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan
kecuali Pasal 364 KUHP tentang pencurian ringan, Pasal 374 KUHP tentang
penggelapan ringan dan Pasal 379 KUHP tentang penipuan ringan (Pasal 205 ayat 1
KUHAP).
Tata
cara pemeriksaan tindak pidana ringan adalah :
1. Yang
menghadapkan terdakwa dalam sidang adalah polisi, bukan jaksa penunutut umum;
2. Mengadili
dengan hakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir, kecuali dalam hal
dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan, terdakwa dapat diminta banding;
3. Pemeriksaan
pada hari tertentu dalam tujuh (7) hari;
4. Saksi
tidak mengucapkan sumpah atau janji kecuali jika perlu;
5. Putusan
dicatat oleh hakim dalam daftar catatan perkara selanjutnya oleh panitera
dicatat dalam buku register serta ditandatangani oleh hakim yang bersangkutan
dari panitera.
b) Acara pemeriksaan
perkara pelanggaran lalu lintas jalan
Yang
diperiksa menurut acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan ialah
perkara pelanggaran tertentu peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan
dalam Pasal 211 KUHAP di atas dirinci sebagai berikut :
1. Mempergunakan
jalan dengan cara yang dapat merintangi, membahayakan ketertiban atau, keamanan
lalu lintas atau yang mungkin menimbulkan kerusakan pada jalan;
2. Mengemudikan
kendaraan bermotor dan tidak dapat memperlihatkan Surat Izin Mengemudi (SIM),
Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), Surat Tanda Uji Kendaraan yang sah atau
tanda bukti lainnya yang diwajibkan menurut ketentuan perundang-undangan lalu
lintas jalan atau ia dapat memperlihatkannya tapi masa berlakunya sudah
daluwarsa;
3. Memperkenankan
atau membiarkan kendaraan bermotor oleh orang yang tidak memiliki Surat Izin
Mengemudi (SIM);
4. Tidak
memenuhi peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan tentang penomoran,
penerangan, peralatan, perlengkapan, pemuatan kendaraan dan syarat
penggandengan dengan kendaraan lain;
5. Membiarkan
kendaraan bermotor yang ada di jalan tanpa dilengkapi plat tanda nomor
kendaraan yang sah, sesuai dengan tanda nomor kendaraan yang bersangkutan;
6. Pelanggaran
terhadap perintah yang telah diberikan oleh petugas pengatur lalu lintas jalan
dan atau isyarat alat pengatur lalu lintas jalan, rambu-rambu atau tanda yang
ada di permukaan jalan;
7. Pelanggaran
terhadap ketentuan tentang ukuran dan muatan yang diizinkan, cara menaikkan
dan menurunkan penumpang dan atau cara
memuat dan membongkar jalan;
8. Pelanggaran
terhadap izin trayek, jenis kendaraan yang diperbolehkan beroperasi di jalan
yang ditentukan.
Tata
cara pemeriksaan pelanggaran lalu lintas jalan tidak diperlukan berita acara
pemeriksaan dan terdakwa dapat menunjuk seseorang dengan surat untuk
mewakilinya di sidang.